Kemampuan Fondasi
adalah hak setiap anak
Saat ini, miskonsepsi praktik pembelajaran pada Pendidikan Anak Usia Dini dan SD* masih sangat kuat di masyarakat.
Kemampuan yang dibangun pada anak di PAUD sangat berfokus pada calistung dan dianggap sebagai satu-satunya bukti keberhasilan belajar
Kemampuan calistung dipahami dengan sempit, dan dianggap dapat dibangun secara instan
Tes calistung masih diterapkan sebagai syarat masuk SD; dan patahan pembelajaran antara PAUD dan SD
*SD = SD/MI dan Kejar Paket A
Padahal membangun kemampuan pada anak perlu dilakukan secara bertahap dan dalam cara yang menyenangkan agar manfaat baik dari pembelajaran tercapai.
Anak merasa belajar tidak menyenangkan
Anak merasa senang dalam belajar
Anak percaya bahwa dirinya tidak pintar saat tidak dapat calistung
Anak percaya bahwa dirinya pasti bisa asalkan mau berusaha
Anak belum mampu mengelola emosi serta menghargai orang lain
Anak mampu mengelola emosi dan menghargai orang lain
Anak belum dapat merawat diri dan barang-barang yang menjadi tanggung jawabnya
Anak dapat merawat diri dan barang-barang yang menjadi tanggung jawab diri
Anak mampu membaca namun tidak paham arti kata
Anak paham kata dan keterkaitannya dengan huruf serta bunyinya
Anak kurang terasah kemampuannya dalam berkomunikasi
Anak mampu menyimak dan dapat mengutarakan gagasan sederhana
Anak mampu melakukan penjumlahan hanya apabila mengurutkan bilangan (karena hafal, bukan paham)
Anak paham bahwa 5 + 3 = 5 objek ditambah dengan 3 objek
Proses belajar-mengajar di PAUD dan pendidikan dasar kelas awal harus selaras dan berkesinambungan
Setiap anak memiliki hak untuk dibina agar mendapatkan kemampuan fondasi yang holistik, bukan hanya kognitif melainkan juga kematangan emosi, kemandirian, kemampuan berinteraksi, dan lainnya
Kemampuan dasar literasi dan numerasi dibangun mulai dari PAUD, namun secara bertahap dan dengan cara yang menyenangkan
“Siap sekolah” bukanlah upaya pelabelan antara anak yang “sudah siap” atau “belum siap”, melainkan sebuah proses yang perlu dihargai oleh satuan pendidikan dan orang tua yang bijak
Peserta didik PAUD dapat terus melanjutkan prosesnya untuk mendapatkan kemampuan fondasi saat di SD/MI.
Peserta didik SD/MI yang tidak pernah mengikuti PAUD, tetap mendapatkan haknya untuk mendapatkan pembinaan kemampuan fondasi, sehingga memiliki pijakan yang kuat untuk memeroleh pembelajaran selanjutnya.
Untuk mewujudkan proses transisi PAUD ke SD/MI yang menyenangkan, satuan pendidikan perlu:
Setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan layanan pendidikan dasar. Sangat tidak tepat apabila anak diberikan syarat tes untuk dapat mendapatkan layanan tersebut.
Masih terdapat anak-anak yang belum pernah mendapatkan kesempatan belajar di satuan PAUD
Tes baca tulis hitung telah dilarang melalui:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, dan
2. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru
Setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan layanan pendidikan dasar. Sangat tidak tepat apabila anak diberikan syarat tes untuk dapat mendapatkan layanan tersebut.
Masih terdapat anak-anak yang belum pernah mendapatkan kesempatan belajar di satuan PAUD
Tes baca tulis hitung telah dilarang melalui:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, dan
2. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru
Dengan masa perkenalan, diharapkan peserta didik baru dapat merasa nyaman dalam berkegiatan belajar.
◉ Kenali peserta didik baru dengan menerapkan kegiatan pembelajaran yang memberi informasi tentang kebutuhan belajar peserta didik
◉ Hargai proses anak yang berbeda-beda, karena membangun kemampuan fondasi perlu dilakukan bertahap
Satuan PAUD dan SD/MI memfasilitasi anak serta orang tua untuk berkenalan dengan lingkungan belajarnya
Dengan masa perkenalan, diharapkan peserta didik baru dapat merasa nyaman dalam berkegiatan belajar.
Satuan pendidikan perlu menerapkan pembelajaran yang membangun enam kemampuan fondasi anak
Mengenal nilai agama dan budi pekerti
Keterampilan sosial dan bahasa untuk berinteraksi
Kematangan emosi untuk berkegiatan di lingkungan belajar
Kematangan kognitif untuk melakukan kegiatan belajar, seperti kepemilikan dasar literasi, numerasi
Pengembangan keterampilan motorik dan perawatan diri untuk berpartisipasi di lingkungan belajar secara mandiri
Pemaknaan terhadap belajar yang positif
Mengenali emosi, mampu mengendalikan keinginannya sebagai sikap menghargai keinginan orang lain
Mengenali identitas diri, mengetahui kebiasaan-kebiasaan di keluarga, sekolah
Mampu menyebutkan alasan, pilihan atau keputusannya, mampu memecahkan masalah sederhana
Satuan pendidikan perlu menerapkan pembelajaran yang membangun enam kemampuan fondasi anak
Standar Kompetensi Lulusan untuk PAUD tidak dirancang per usia, namun sebagai capaian yang perlu dicapai di akhir fase
Standar Kompetensi Lulusan untuk PAUD dapat dipenuhi hingga kelas dua
Tidak ada evaluasi kelulusan untuk siswa PAUD
Mengenali emosi, mampu mengendalikan keinginannya sebagai sikap menghargai keinginan orang lain
Mengenali identitas diri, mengetahui kebiasaan-kebiasaan di keluarga, sekolah
Mampu menyebutkan alasan, pilihan atau keputusannya, mampu memecahkan masalah sederhana
Silabus dan Alat Bantu Pembelajaran
Ikuti perjalanan belajar ini untuk memastikan setiap guru yang mempelajari topik Penguatan Transisi PAUD ke SD
Modul 1
Modul 2
Aksi Nyata I – Penguatan Transisi PAUD-SD di awal tahun ajaran baru.
Modul 3
Modul 4
Modul 5
Modul 6
Aksi Nyata II – Penguatan Transisi PAUD-SD melalui pembelajaran.
Rambu Asesmen Awal
Kebijakan tentang PPDB dan dua Minggu pertama pada awal tahun ajaran baru
Kebijakan tentang keselarasan pembelajaran PAUD-SD
Forum Komunikasi PAUD-SD
Ketahui cara meningkatkan kerjasama antara satuan PAUD dan satuan pendidikan dasar dengan mengaktivasi Forum Komunikasi PAUD-SD.
Unduh panduan penyelenggaraannya dan belajar dari 204 Kota/Kabupaten yang sudah memiliki Forum Komunikasi.
Orang Tua dan Masyarakat
Mitra
Poster Transisi PAUD ke SD
Jingle Transisi PAUD ke SD
Operet Anak
Video Suara Anak
Mari jaga hak anak dengan memberi dukungan penuh pada gerakan transisi PAUD ke SD yang menyenangkan
FAQ
Kurikulum SD pada Kurikulum Merdeka sudah disesuaikan agar berkesinambungan. Capaian untuk Fase A (akhir kelas 2) berpusat pada kemampuan literasi secara menyeluruh, seperti kemampuan bertutur, dan kemampuan menyimak, sehingga tidak mengharuskan anak sudah harus bisa baca tulis pada kelas 1.
Yang utama adalah pendampingan guru kepada peserta didik, serta ketepatan dalam melaksanakan kegiata pembelajaran sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran. LKS dapat dijadikan sebagai perangkat ajar, asalkan penerapannya mempertimbangkan bahwa masih ada anak2 yang belum dapat membaca, misalnya dengan cara dibacakan, serta LKS memiliki konten visual yang memudahkan anak menghubungkan antara kata dengan instruksi yang diberikan langsung oleh guru. Untuk mengasah kemampuan ini, silahkan gunakan alat bantu pembelajaran yang terdiri atas video inspirasi, modul pendek dan perangkat ajar. Alat bantu pembelajaran dapat diakses melalui PMM serta Laman Transisi PAUD-SD. Pada tengah tahun, diklat teknis untuk mendampingi guru secara lebih komprehensif, juga akan diluncurkan.
RA dan MI turut menjadi target dari gerakan, sehingga guru-guru RA dan MI dapat mengakses alat bantu pembelajaran pada Laman Transisi PAUD-SD. Kemdikbudristek juga berkolaborasi dengan Kemenag dan Kemendagri untuk membuat kesepakatan bersama terkait implementasi Gerakan Transisi PAUD-SD di lingkungan masyarakat, sehingga anak-anak akan terpenuhi hak-hak untuk mengembangkan kemampuan fondasinya secara bertahap dimanapun mereka bersekolah.
Sasaran utama dari gerakan adalah masyarakat luas, termasuk orang tua, agar paham bahwa kemampuan ini tidak dapat diperoleh secara instan, serta masih banyak kemampuan fondasi lain yang sangat penting, seperti kemampuan mengelola emosi, kemandirian, kemampuan berinteraksi dst. Tuntutan ini juga dipercaya akan berkurang apabila SD atau MI tidak lagi menggunakan tes calistung sebagai dasar penerimaan peserta didik baru. Mari pelajari lebih lanjut dengan mengakses Laman Transisi PAUD-SD. Mari viralkan gerakan ini dengan membagikan booklet advokasi yang menjadi lampiran surat edaran dari dinas, dan dapat diunduh pada Laman.
Masyarakat dapat melaporkan pelanggaran dalam pelaksanaan PPDB (Permendikbud 1/2021 tentang PPDB, pasal 41 ayat 3) melalui laman:
http://ult.kemdikbud.go.id
Pendekatan dari kementerian bukanlah merestriksi, namun menguatkan pemahaman. Pada saat orang tua memahami bahwa yang dibangun di les calistung tersebut hanyalah sebagian kecil dari kemampuan yang perlu dibangun pada anak, maka daya jual les calistung akan semakin menurun.
Kementerian menyiapkan beragam alat bantu untuk mendukung setiap pihak dalam melakukan gerakan. Bagi dinas, sudah disiapkan SE untuk dinas, template SE untuk dibagikan ke satpen, serta juga booklet advokasi yang berisikan tentang rasional dan perubahan yang perlu terjadi di PAUD dan SD secara ringkas. Dinas juga diberikan sesi pembekalan, serta panduan pendirian forum komunikasi PAUD-SD untuk menguatkan dukungan daerah terhadap gerakan. Bagi sekolah, yang perlu dibangun adalah kesadaran dan panduan untuk membuat perubahan. Alih menyusun panduan yang berisikan prosedur, kementerian memilih untuk menyusun alat bantu pembelajaran yang dapat memandu sekolah (dan guru) berproses untuk membuat PAUD dan SD-nya menguatkan transisi PAUD-SD. Saat kesadaran dan pemahaman sudah dimiliki, satuan pendidikan dapat memilih cara yang paling tepat untuk menerapkan tiga target perubahan ini melalui peraturan sekolah.
Untuk tahun ini, kita akan pakai sanksi sosial. Target advokasi dan kampanye adalah masyarakat, khususnya orang tua dan akan didukung oleh Bunda PAUD setempat, sehingga miskonsepsi anak SD harus sudah bisa membaca diberikan pemahaman nya dan apa dampaknya bagi anak kalau hal tersebut dipaksakan. Nanti akan ada webinar untuk masyarakat, yang akan ditayangkan di youtube.
Melalui Kurikulum Merdeka, Pusat Perbukuan sudah memastikan buku teks untuk kelas 1 SD tidak lagi mengharuskan anak sudah harus dapat calistung.
Peran UPT:
Inti dari gerakan ini justru agar proses memeroleh kemampuan fondasi dapat dilanjutkan di SD kelas awal. Salah satu landasan kebijakan dalam gerakan ini adalah, standar kompetensi lulusan untuk anak usia dini dapat diteruskan dibangun pada SD kelas awal. Rasional dari kebijakan ini adalah untuk mengakomodasi peserta didik 1 SD yang tidak pernah melalui PAUD, serta menghargai hak anak PAUD untuk terus berproses hingga SD kelas awal.
Forum komunikasi PAUD-SD berfungsi untuk menguatkan koordinasi antara penyelenggara layanan satuan PAUD dan satuan pendidikan dasar, sehingga isu semacam ini dapat dicarikan solusi yang sesuai dengan konteks daerah.
Ajak stakeholder untuk mempelajari gerakan dengan menggunakan booklet advokasi dan Laman Transisi PAUD-SD. Ajak stakeholder untuk melakukan advokasi agar tiga target perubahan terjadi pada tahun ajaran baru, dan seluruh guru di kab/kota menggunakan alat bantu pembelajaran yang sudah disediakan oleh kementerian.
Melalui kebijakan kurikulum merdeka, penyediaan ragam alat bantu pembelajaran di PMM, serta ragam program lainnya, kementerian akan terus menguatkan advokasi bentuk proses pembelajaran yang berpihak pada anak. Melalui strategi ini, guru SD kelas atas juga mendapatkan kesempatan untuk meninjau kembali kegiatan pembelajaran yang sudah diterapkan, dan menyesuaikannya dengan tujuan pembelajaran yang membangun kemampuan fondasi yang diperlukan sebagai prasyarat.
Dalam pelaksanaan PPDB, SD memprioritaskan penerimaan calon peserta didik baru kelas 1 (satu) SD yang berusia 7 (tujuh) tahun.
Persyaratan usia paling rendah sebagaimana dimaksud, dapat dikecualikan menjadi paling rendah 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan pada tanggal 1 Juli tahun berjalan bagi calon peserta didik yang memiliki:
A. kecerdasan dan/atau bakat istimewa; dan
B. kesiapan psikis.
Bagi satuan pendidikan yang menerapkan kurikulum merdeka, capaian pada Fase A sudah dibuat berkesinambungan dengan capaian pada Fase Fondasi. Kementerian juga sudah menyusun enam kemampuan fondasi yang dapat menjadi tujuan pembelajaran, dan dapat dibangun dengan menggunakan kurikulum PAUD maupun sekolah dasar - baik dalam kurikulum merdeka, maupun kurikulum 2013. Untuk lebih lengkapnya, silahkan mencermati Alat Bantu Pembelajaran, termasuk video inspirasi yang dapat diakses di PMM serta Laman.
Pada akhirnya, hak sepenuhnya ada pada orang tua dan kita perlu menghargai bahwa kondisi keluarga berbeda-beda. Yang dapat kita lakukan adalah mengadvokasi manfaat PAUD sebagai upaya terstruktur untuk membangun kemampuan fondasi anak, serta mendukung gerakan transisi PAUD-SD agar anak tersebut tetap dapat terasah kemampuan fondasinya saat ada di SD.
Tidak wajib, karena PAUD bukanlah bagian dari wajib belajar.
Pada akhirnya, hak sepenuhnya ada pada orang tua dan kita perlu menghargai bahwa kondisi keluarga berbeda-beda. Yang dapat kita lakukan adalah mengadvokasi manfaat PAUD sebagai upaya terstruktur untuk membangun kemampuan fondasi anak secara menyeluruh (tidak hanya calistung saja), serta mendukung gerakan transisi PAUD-SD agar anak tersebut tetap dapat terasah kemampuan fondasinya saat ada di SD.
Tidak, karena dua alasan:
Kami sudah menyediakan alat bantu yang ada di laman Transisi PAUD-SD dan PMM yang bisa diakses dengan mudah. Disana tersedia modul-modul, booklet, dan video praktik baik yang dapat menginspirasi Bapak dan Ibu
Salah satu target perubahan dalam gerakan ini adalah, bentuk asesmen yang diterapkan di SD kelas awal dan PAUD harus serupa. Target perubahan lain adalah, informasi mengenai perkembangan anak tetap dilaporkan kepada orang tua, dengan menggunakan format rapor SD yang ada (di deskripsi capaian, atau di bagian catatan untuk orang tua). Sudah disusun juga rambu asesmen awal yang dapat diakses di Laman dan dipandu penggunaannya saat guru belajar bersama dengan menggunakan Alat Bantu Pembelajaran.
Dalam pelaksanaan PPDB, SD memprioritaskan penerimaan calon peserta didik baru kelas 1 (satu) SD yang berusia 7 (tujuh) tahun.
Persyaratan usia paling rendah sebagaimana dimaksud, dapat dikecualikan menjadi paling rendah 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan pada tanggal 1 Juli tahun berjalan bagi calon peserta didik yang memiliki:
A. kecerdasan dan/atau bakat istimewa; dan
B. kesiapan psikis.
Anak berpindah dan menyesuaikan diri dengan lingkungan belajar baru
Proses perpindahan peran anak dari peserta didik PAUD menjadi peserta didik SD dimana anak tidak perlu melakukan banyak penyesuaian akibat dari perpindahannya.
Masyarakat awam menganggap bahwa literasi dimulai dengan pengenalan huruf, kemampuan mengeja suku kata, kefasihan melafalkan bacaan, dan keterampilan menulis secara drilling (mengandalkan latihan terus menerus) dan mengabaikan konteks. Pemahaman terkait dengan literasi yang benar:
a. Sejatinya, kecakapan literasi dimulai dari kemampuan anak untuk dapat berkomunikasi, artinya bertukar informasi melalui interaksi dengan lingkungan sekitarnya.
b. Kemampuan ini dapat ditumbuhkan melalui kegiatan bercakap-cakap, menyimak lagu dan cerita, bermain dan bersosialisasi.
c. Kegiatan pembelajaran tersebut pun dapat dilakukan seiring dengan dilakukannya pengenalan aksara, kata, menulis dan membaca.
Anak usia dini dapat secara aktif membangun pemahamannya dari pengalaman sehari-hari mereka terkait berbagai konsep dan strategi matematika, misalnya ketika ia memiliki dua coklat dan memberikannya satu untuk adik dapat membuatnya memahami konsep pengurangan. Mereka siap dan bersemangat untuk belajar matematika / numerasi yang merangsang dan menantang.
Minat dan pengetahuan matematika yang dibawa anak-anak ke sekolah berbeda karena pengalaman mereka yang berbeda-beda, bukan karena faktor biologis mereka. Kita tidak boleh melupakan fakta bahwa semua anak, terlepas dari latar belakang dan pengalaman sebelumnya, memiliki potensi untuk belajar matematika.
Pembelajaran matematika anak usia dini bersifat mendalam dan luas, yang mencakup ide-ide besar matematika di banyak bidang — termasuk bilangan dan operasi hitung, geometri (bentuk dan ruang), pengukuran, aljabar (terutama pola), dan analisis data — dalam konteks pembelajaran yang menekankan pemecahan masalah, analisis dan komunikasi.
Numerasi sama pentingnya dengan literasi. Anak-anak belajar berbicara, membaca dan menulis bahasa matematika untuk mengkomunikasikan ide-ide matematika. Jenis bahasa terpenting yang dapat dipelajari anak-anak dalam matematika adalah bahasa pemikiran, pembenaran, dan pembuktian. Bahasa dan literasi jelas sangat tertanam dalam pembelajaran dan pengajaran matematika.
Lingkungan fisik yang kaya, meskipun merupakan indikator kualitas yang penting, tidaklah cukup dengan sendirinya. Faktor krusial bukanlah apa yang dimungkinkan oleh lingkungan, tetapi apa yang sebenarnya dilakukan anak-anak di dalamnya. Lingkungan mungkin menyediakan 'makanan untuk berpikir matematis', tetapi keberadaan makanan untuk berpikir matematis di kelas tidak menjamin bahwa anak-anak akan mencernanya. Guru perlu membantu anak untuk mengolahnya. Salah satu caranya dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan pemicu ketika anak bermain dengan alat belajarnya tersebut. Hal ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan matematis anak menjadi lebih kuat lagi
Matematika dapat menjadi subjek studi yang menarik dan mengasyikkan dengan sendirinya. Anak-anak terpesona dengan bilangan dan bentuk. Matematika tidak selalu perlu diintegrasikan dengan kegiatan lain untuk menarik anak-anak. Walau demikian, apabila memungkinkan dan memang berkaitan, matematika/numerasi dapat diintegrasikan dengan pelajaran lain.
Matematika dapat menjadi subjek studi yang menarik dan mengasyikkan dengan sendirinya. Anak-anak terpesona dengan bilangan dan bentuk. Matematika tidak selalu perlu diintegrasikan dengan kegiatan lain untuk menarik anak-anak. Walau demikian, apabila memungkinkan dan memang berkaitan, matematika/numerasi dapat diintegrasikan dengan pelajaran lain.
Asesmen terutama yang bersifat autentik, relevan untuk anak usia dini. Asesmen yang dipahami dengan baik, diterapkan dengan baik, dan berkelanjutan adalah alat yang sangat diperlukan dalam memfasilitasi keterlibatan dan keberhasilan semua anak dalam matematika. Di ruang kelas anak usia dini, observasi merupakan teknik asesmen yang sering digunakan untuk memahami anak-anak, karena tidak mengancam dan dapat dilakukan secara diam-diam. Dalam kasus matematika, guru sering menggunakan ceklis untuk mencatat pengamatan mereka tentang apakah seorang anak telah menunjukkan pengetahuan matematika tertentu.
Penggunaan bahan konkret memang efektif untuk mendorong anak berpikir dan membuat hubungan antara objek dan membangun ide matematika yang bersifat abstrak. Walau demikian, yang paling utama adalah bagaimana membangun ide tersebut menggunakan pertanyaan pemantik yang membantu anak menemukan pemahamannya sendiri. Misalnya "menurut kamu, mana yang lebih banyak? kira-kira apa yang terjadi apabila kita menumpahkan isi air di ember ini ke dalam gelas? cukup tidak ya?", dst. Oleh sebab itu, guru dan juga orang tua di rumah, perlu lebih sering memberikan pertanyaan-pertanyaan tersebut sehingga aktivitas belajar anak tidak hanya bersifat hands-on (hanya bergantung pada benda), tetapi yang utama, minds-on (bergantung juga kepada keterampilan guru dalam mendampingi peserta didik).
Kemampuan menghitung cepat saja belum menjamin seorang anak memiliki pemahaman yang utuh mengenai bilangan, termasuk di dalamnya kesadaran atau intuisi bilangan.