Setelah meluncurkan Merdeka Belajar Episode 15: Kurikulum Merdeka; dan Merdeka Belajar Episode 16: Akselerasi dan Peningkatan Pendanaan PAUD dan Pendidikan Kesetaraan di awal tahun 2022 ini, Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim kemudian meluncurkan Merdeka Belajar Episode 17: Revitalisasi Bahasa Daerah. Peluncuran dilakukan secara virtual pada Selasa, 22 Februari 2022.
Menurut Mendikbud, revitalisasi bahasa daerah perlu dilakukan mengingat 718 bahasa daerah di Indonesia, sebagian besar kondisinya terancam punah dan kritis. Karena saat ini para penutur jati bahasa daerah banyak yang tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasa ke generasi berikutnya, sehingga khazanah kekayaan budaya, pemikiran, dan pengetahuan akan bahasa daerah terancam punah.
”Guna mengatasi hal tersebut, maka prinsip dari program revitalisasi bahasa daerah ini adalah dinamis, adaptif, regenerasi dan merdeka berkreasi dalam penggunaan bahasanya,” terang Mendikbudristek saat meluncurkan Merdeka Belajar Episode Ketujuh Belas secara virtual.
Nadiem menjelaskan dinamis yaitu berorientasi pada pengembangan dan bukan sekedar memproteksi bahasa. Adaptif dengan situasi lingkungan sekolah dan masyarakat tuturnya. Regenerasi dengan fokus pada penutur muda di tingkat sekolah dasar dan menengah, serta merdeka berkreasi dalam penggunaan bahasanya
Sementara itu sasaran dari revitalisasi bahasa daerah ini, Mendikbudristek melanjutkan adalah 1.491 komunitas penutur bahasa daerah, 29.370 guru, 17.955 kepala sekolah, 1.175 pengawas, serta 1,5 juta siswa di 15.236 sekolah.
“Sementara itu, untuk komunitas penutur, Kemendikbudristek akan melibatkan secara intensif keluarga, para maestro, dan pegiat pelindungan bahasa dan sastra dalam penyusunan model pembelajaran bahasa daerah, pengayaan materi bahasa daerah dalam kurikulum, dan perumusan muatan lokal kebahasaan dan kesastraan,” kata Mendikbudristek.
Tidak hanya itu Kemendikbudristek juga akan melatih para guru utama serta guru-guru bahasa daerah mengadopsi prinsip fleksibilitas, inovatif, kreatif, dan menyenangkan yang berpusat kepada siswa. Mengadaptasi model pembelajaran sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing, serta membangun kreativitas melalui bengkel bahasa dan sastra.
“Nanti siswanya dapat memilih materi sesuai dengan minatnya. Bangga menggunakan bahasa daerah dalam komunikasi. Didorong untuk mempublikasikan hasil karyanya, ditambah liputan media massa dan media sosial, dan didorong untuk mengikuti festival berjenjang di tingkat kelompok/pusat pembelajaran, kabupaten/kota, dan provinsi,” jelas Menteri Nadiem.
Menanggapi program Merdeka Belajar Episode Ketujuh Belas, Menteri Dalam Negeri, Muhammad Tito Karnavian pihaknya sangat mendukung program tersebut. Ia mengatakan bahasa menunjukkan peradaban dan budaya serta tradisi yang harus dilestarikan.
“Mari kita jaga kelestarian bahasa daerah kita masing-masing. Tetap lestarikan dan jangan sampai punah,” ajaknya.
Dukungan lainnya juga datang dari Assistant General For Education UNESCO, Stefania Giannini. Ia mengatakan jika bahasa daerah termasuk dalam kondisi kritis, maka bersama bahasa daerah itu, budaya dunia dan sistem pengetahuan leluhur ikut terancam punah.
Tujuan dilakukannya perlindungan dan pelestarian bahasa, kata Stefania Giannini adalah menjamin hak masyarakat adat untuk melestarikan, merevitalisasi, dan mempromosikan bahasa mereka, dan mengarusutamakan keragaman bahasa dan multibahasa ke dalam semua pembangunan berkelanjutan yang berjalan.
“Kita harus memastikan bahwa teknologi digital mendukung penggunaan dan pelestarian bahasa dan keragaman bahasa ini,” ujarnya.
Senada dengan Stefania Giannini, Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Syaiful Huda menyampaikan momen Hari Bahasa Ibu Internasional harus dimanfaatkan bangsa Indonesia untuk melestarikan dan mengajarkan bahasa daerah kepada generasi muda.
"Ini bagian dari menciptakan generasi yang cinta, dan punya karakter terhadap dirinya. Karena itu, kembali ke bahasa daerah menjadi bagian dari upaya kita (pemerintah) untuk mencetak anak-anak kita untuk berkarakter sebagaimana bahasa ibunya,” ujarnya.
Tiga Model Revitalisasi Bahasa Daerah
Untuk pelaksanaan awal program revitalisasi bahasa daerah pada tahun 2022 ini, jumlah bahasa daerah yang akan menjadi objek revitalisasi sebanyak 38 bahasa daerah yang tersebar di 12 provinsi. Diantaranya Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, NTT, NTB, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.
Kemendikbudristek merancang tiga model revitalisasi yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Pertama model A, di mana karakteristik daya hidup bahasanya masih aman, jumlah penuturnya masih banyak, dan masih digunakan sebagai bahasa yang dominan di dalam masyarakat tuturnya.
Pendekatan yang dilakukan pada model A ini, adalah pewarisan dilakukan secara terstruktur melalui pembelajaran di sekolah (berbasis sekolah). Contohnya Bahasa Jawa, Sunda, dan Bali.
Selanjutnya model B, di mana karakteristik daya hidup bahasanya tergolong rentan, jumlah penuturnya relatif banyak dan bahasa daerahnya digunakan secara bersaing dengan bahasa-bahasa daerah lain. Pendekatan pada model ini adalah pewarisan dapat dilakukan secara terstruktur melalui pembelajaran di sekolah jika wilayah tutur bahasa itu memadai dan pewarisan dalam wilayah tutur bahasa juga dapat dilakukan melalui pembelajaran berbasis komunitas.
Sedangkan model C, adalah karakteristik daya hidup bahasanya kategori mengalami kemunduran, terancam punah, atau kritis, serta jumlah penutur sedikit dan dengan sebaran terbatas. Pendekatan yang dilakukan pada model ini adalah pewarisan dapat dilakukan melalui pembelajaran berbasis komunitas untuk wilayah tutur bahasa yang terbatas dan khas dan pembelajaran dilakukan dengan menunjuk dua atau lebih keluarga sebagai model tempat belajar atau dilakukan di pusat kegiatan masyarakat, seperti tempat ibadah, kantor desa, atau taman bacaan masyarakat.
Puncak Revitalisasi Bahasa Daerah akan berujung pada Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI). Festival ini merupakan media apresiasi kepada para peserta revitalisasi bahasa daerah yang dilakukan secara berjenjang, mulai dari sekolah, atau komunitas belajar.
Sementara itu tujuan akhir dari revitalisasi bahasa daerah ini pertama, para penutur muda akan menjadi penutur aktif bahasa daerah dan mempelajari bahasa daerah dengan penuh suka cita melalui media yang mereka sukai. Kedua, menjaga kelangsungan hidup bahasa dan sastra daerah. Ketiga, menciptakan ruang kreativitas dan kemerdekaan bagi para penutur bahasa daerah untuk mempertahankan bahasanya. Keempat, menemukan fungsi dan rumah baru dari sebuah bahasa dan sastra daerah.
Revitalisasi Bahasa Daerah Harus Didorong Pemerintah Daerah Setempat
Salah satu strategi revitalisasi bahasa daerah adalah dengan mendorong satuan pendidikan memuat pelajaran bahasa daerah sebagai muatan lokal di jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah. Namun hal ini juga tentunya perlu dilakukan oleh kebijakan pemerintah daerah masing-masing. Pada provinsi, kabupaten, serta kota-kota yang memiliki bahasa daerah yang dominan seperti Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali, Mendikbud berharap muatan lokal yang mewajibkan adalah pelajaran bahasa daerah.
“Tetapi, wilayah-wilayah yang tidak punya bahasa daerah yang dominan, maka muatan lokal yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing. Jadi, pilihannya benar-benar ada di masing-masing sekolah,” kata Menteri Nadiem.
Namun Nadiem mengatakan, wajib tidaknya bahasa daerah menjadi muatan lokal di sekolah, tergantung kebijakan masing-masing pemerintah daerah. Kalau bukan kebebasan masing-masing daerah, artinya bukan Merdeka Belajar. Jadi ini sangat diperlukan dukungan pemerintah daerah masing-masing.
Selain itu Kemendikbud juga berharap, sekolah-sekolah menggerakkan bahasa daerah bagi para pelajar dan membuat jembatan lintas generasi, kembali pada identitas dan merayakan kebhinekaan.
Pelaksana Tugas (Plt.) Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman sangat mendukung revitalisasi bahasa daerah ini, ia mengakui pemerintah daerah Sulawesi Selatan dengan sengaja menjadikan bahasa daerah sebagai mata pelajaran wajib di sekolah dasar dan sekolah menengah lewat peraturan gubernur.
“Maka, mari kita terus mendukung agar bahasa daerah menjadi bahasa kearifan lokal dan karakter Indonesia yang memiliki bahasa yang berbeda-beda. Keberagaman ini adalah modal dasar mempersatukan bangsa,” tutur Andi.
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, mengungkapkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat terus berkolaborasi mendukung revitalisasi bahasa daerah.
“Kami berkomitmen dengan keragaman yang indah dan memajukan Jabar Juara Indonesia Juara,” tutur Ridwan.
Semntara itu Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengungkapkan, beragamnya bahasa daerah adalah bukti negara Indonesia yang besar. “Kesadaran ini perlu kita rawat dan lestarikan sekaligus sebagai benteng iling-iling, agar kita tidak lupa dari mana kita berasal. Jangan sampai kita kehilangan warisan budaya yang berharga ini,” ucap Ganjar.
Dukungan lainnya juga datang dari pendidik masyarakat adat dan aktivis Butet Manurung yang mengakui bahwa bahasa adalah inti kebudayaan, karena informasi dalam budaya tidak bisa disampaikan dari generasi ke generasi, jika tidak menggunakan bahasa daerah.
“Hilangnya bahasa daerah artinya kepercayaan kepercayaan diri, dan kebanggaan diri, hilang juga pengetahuan tentang obat tradisional, menjaga lingkungan, dan berdoa kepada Tuhan,” ucap Butet. (Hendriyanto)
Penulis: Hendriyanto
Editor: Lailatul Machfudhotin