Oleh Lailatul Machfudhotin, S.ST, M.A
Tidak dipungkiri lagi, banyak orang tua yang menaruh harapan besar kepada lembaga pendidikan agar putra-putrinya bisa mendapatkan pendidikan yang bermutu. Namun tidak jarang ditemui, masih ada beberapa sekolah dasar di Indonesia yang kondisinya memprihatinkan. Tata Kelola sekolah dasar menjadi elemen strategis yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah maupun sekolah untuk merubah kondisi sekolah menjadi lebih baik. Beberapa langkah konkrit yang dapat dilakukan untuk mewujudkan sekolah dasar bermutu diantaranya:
- Merubah mindset “Apa yang bisa saya dapat di sekolah” menjadi “Apa yang bisa saya beri untuk sekolah”?
Menurut Corrie (1995) mindset dalam sebuah organisasi tidak hanya membentuk struktur dan proses organisasi, tetapi juga membentuk nilai dan persepsi individu yang dapat mempengaruhi attitude/sikap, commitment/komitmen dan performance/kinerja. Begitu juga dengan penerapannya di sekolah, apabila kepala sekolah, guru, komite dan orang tua sama-sama memiliki mindset yang sama untuk memberikan yang terbaik bagi sekolah, maka tata kelola sekolah dasar dapat dilaksanakan dengan efektif untuk mewujudkan sekolah dasar bermutu.
- Menganalisa Strength, Weakness, Opportunity dan Threat (SWOT) Sekolah
Teori Analisa SWOT dapat memadukan 4 faktor secara tepat tentang bagaimana mempersiapkan kekuatan (strengths), mengatasi kelemahan (weaknesess), menemukan peluang (opportunities) dan strategi menghadapi beragam ancaman (threat). Sekolah maupun pemerintah daerah dapat memetakan kondisi sekolah mulai dari unsur kurikulum dan pembelajaran, peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan dan pembiayaan, kemitraan, dll. Sehingga dapat teridentifikasi apa saja yang dapat diperbaiki dan dapat dioptimalkan untuk kemajuan sekolah.
- Menyusun Rencana Kerja Sekolah (RKS) secara terpadu berdasarkan hasil analisa
Dokumen perencanaan yang ada di sekolah sejatinya bukan hanya sebagai formalitas, namun sebagai acuan dasar pengembangan sekolah. Oleh karenanya, dokumen perencanaan ini harus disusun dengan sungguh-sungguh agar dapat diimplementasikan untuk mewujudkan sekolah bermutu. Setiap tahunnya pemerintah telah menfasilitasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dapat dimanfaatkan untuk menjalankan kegiatan pembelajaran di sekolah. Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah (RKAS) seyogianya dapat diptimalkan untuk menjawab kebutuhan pendanaan apa saja yang menjadi prioritas untuk peningkatan mutu sekolah. Bersama dengan pemerintah Kabupaten/Kota, komite dan guru, kepala sekolah dapat menyusun strategi peningkatan mutu sekolah, baik dengan pemenuhan kebutuhan secara bertahap melalui dana BOS, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun menggandeng mitra untuk mensupport sekolah agar menjadi sekolah yang bermutu.
- Implementasi RKS dengan excellent team management dan collaboration
Leadership atau jiwa kepemimpinan kepala sekolah memainkan peranan penting dalam merealisasikan rencana sekolah untuk menjadi sekolah dasar bermutu. Ada tiga model kepemimpinan yang biasa dipakai oleh kepala sekolah menurut (Asmah and Ahmad, 1998): pertama adalah Autocratic mode/model kepemimpinan Autokrasi, dimana kepala sekolah menyediakan informasi kepada semua anggota sekolah, tetapi tidak memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyumbangkan ide atau saran; kedua Consultative mode/model kepemimpinan konsultatif, model ini memiliki dua versi yakni kepala sekolah mencari informasi dan saran-saran dari anggota sekolah tetapi tidak menanyakan solusi kepada mereka, dan versi kedua adalah kepala sekolah menyajikan masalah kepada anggota sekolah kemudian meminta solusi dari mereka. Namun model konsultatif ini masih mengedepankan wewenang dan tanggung jawab kepala sekolah sebagai pembuat keputusan final. Model yang terakhir adalah Partisipative mode/model kepemimpinan partisipatif, pada model ini baik kepala sekolah maupun anggota sekolah sama-sama berkolaborasi untuk menganalisa masalah, mengidentifikasi alternatif solusi yang bisa dilakukan kemudian mempertimbangkan dan menentukan keputusan bersama. Model kepemimpinan yang terakhir ini dinilai efektif oleh berbagai pihak karena partisipasi aktif dari semua anggota sekolah dapat menumbuhkan persepsi dan sikap positif anggota sekolah untuk sama-sama memperbaiki sekolah agar dapat menjadi sekolah dasar bermutu.
Budaya kolaborasi di sekolah tidak melupakan peran kepemimpinan kepala sekolah. Dengan adanya kolaborasi, kepala sekolah dapat melakukan transformasi sekolah sekaligus menaikkan kapasitas anggota sekolah untuk menjadi problem solver baik secara individu maupun berkelompok. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam menciptakan kolaborasi dan kerja tim menurut Hargreaves (1994) diantaranya: dukungan moral yang kuat, tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi, mengurangi kelebihan beban kerja/overload, sinkronisasi waktu dan perspektif, mengurangi ketidakpastian, penegasan politik yang hebat, peningkatan kapasitas untuk refleksi, daya tanggap organisasi, peningkatan kesempatan untuk belajar dan mendorong perbaikan secara kontinu.
- Evaluasi Diri Sekolah (Self Assesment)
Evaluasi menjadi point penting yang tidak bisa dilupakan, karena dengan adanya evaluasi, sekolah dapat mengukur keefektifitasan rencana dan implementasi yang telah dibuat dan dilakukan. Evaluasi diri sekolah dapat menggunakan indikator pencapaian Standar Nasional Pendidikan (SNP) untuk melihat sejauh apa rencana dan implementasi sekolah berdampak pada pemenuhan standar yang menjadi indikator sekolah bermutu. Evaluasi seharusnya dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya dua kali dalam setahun. Hal ini sebagai antisipasi pengukuran kinerja untuk optimalisasi tata kelola ditahapan implementasi berikutnya. Adapun strategi yang dapat dilakukan dalam melakukan evaluasi berdasarkan konsep Taylor-Power (2005) diantaranya: menguatkan alasan kenapa harus melakukan evaluasi, menyusun target prioritas evaluasi, menentukan metode yang tepat dalam pelaksanaan evaluasi dimana mencakup investigasi pelaksanaan program, analisa kritis terhadap implementasi program dan hubungannya dengan goals yang diharapkan, dan aksi juga reaksi dari partisipan. Evaluasi yang dilaksanakan di akhir tahun harus dapat menjadi rujukan bahan perencanaan sekolah di tahun berikutnya. Sehingga upaya perbaikan mutu sekolah dapat terus dilakukan demi meningkatkan kemajuan sekolah untuk menjadi sekolah dasar yang bermutu. (*)
Lailatul Machfudhotin, S.ST, M.A adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) di Direktorat Sekolah Dasar Kemendikbud.
Daftar Pustaka:
Taylor-Powell, E. 2005. “Logic Models: A Framework for Program Planning and Evaluation”, http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.693.3463&rep=rep1&type=pdf (diakses 23 Juli 2020).
Corrie, L. 1995. “The Structure and Culture of Staff Collaboration: Managing Meaning and Opening doors”, Educational Review, 47(1), hlm. 89-99.
Asmah dan Ahmad. 1998. Collaborative Management and School Effectiveness in Malaysian Primary Schools. Disertasi. University of Sheffield.
Hangreaves, A. 1994. Teacher, Chaning Times: Teachers’ Work and Culture in the Postmodern World. London: Cassel.