Khoiry Nuria Widyaningrum sungguh beruntung. Rumah calon Guru Penggerak ini dipilih menjadi tempat menginap Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim pada Senin malam, 13 September 2021. Keesokan harinya, Nuri juga mendapat kunjungan Direktur Sekolah Dasar, Sri Wahyuningsih. Guru SDN Jetisharjo, Sleman, Yogyakarta ini bercerita kisah di balik kedatangan Menteri Nadiem yang serba mendadak dan penuh rahasia.
________________
Hari sudah beranjak sore, tapi diskusi di rumah Nuri, sapaan akrab Khoiry Nuria Widyaningrum, terus menghangat. Nuri bersama beberapa rekannya yang tergabung dalam komunitas Gerakan Sekolah Menyenangkan mendiskusikan banyak isu pendidikan dengan Direktur Sekolah Dasar, Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd.
Bahasan mereka mulai dari Program Sekolah Penggerak, Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) hingga soal kemampuan para guru dalam memanfaatkan teknologi informasi untuk pembelajaran.
”Saya sengaja datang ke rumah Bu Nuri untuk berdiskusi, dan menyampaikan terima kasih karena sudah bersedia menerima mas Menteri Nadiem menginap di sini. Saya beruntung karena ternyata Bu Nuri sedang kumpul bersama teman-teman komunitas guru yang hebat-hebat. Diskusi jadi sangat menarik,” tutur Sri Wahyuningsih.
Ya, salah satu topik hangat dalam diskusi itu adalah kedatangan Mendikbudtistek Nadiem Makarim ke rumah Nuri yang tak disangka-sangka. Ini menjadi kejutan manis untuk Nuri dan suami, serta bapak ibunya.
”Saya seperti kena prank,” ujar Nuri mengawali cerita. Pagi hari sebelum kedatangan Menteri Nadiem, dua orang dari Kemendikbudristek datang melakukan survei ke rumah Nuri. Mereka sama sekali tidak menyampaikan bahwa Mendikbudristek akan datang menginap di situ.
Dua orang ini menyampaikan akan melakukan monitoring dan evaluasi (monev) Program Guru Penggerak. Tapi metodenya berbeda, tidak dengan mengisi instrumen di kertas. Mereka akan menginap di rumah Nuri dan melakukan wawancara secara mendalam.
”Tentu saya dan keluarga menyambut baik. Saya berpikir ini monev hebat sekali, orang kementerian sampai menginap di rumah calon guru penggerak,” tutur Nuri. Ia beserta suami dan ibu bapaknya segera menyiapkan kamar untuk dua orang tamu yang berjanji akan kembali pada sore hari.
Selepas magrib, sedan hitam datang. Nuri segera menyambut dua orang yang tadi pagi berkunjung itu. Tapi di dalam mobil masih ada satu orang lagi. Dalam hati Nuri mulai timbul rasa heran. Hari yang sudah mulai gelap membuat pandangan tak begitu jelas.
Setelah turun, barulah tampak bahwa yang datang adalah Menteri Nadiem. Ia turun membawa koper. ”Loh, mas menteri mau menginap juga,” tanya Nuri. Perasaannya campur aduk antara gembira, kaget sekaligus bingung.
”Iya, memang saya yang punya rencana menginap di sini,” jawab Nadiem sambil tertawa. Nuri salah tingkah sampai-sampai membiarkan begitu saja Mendikbudriatek menyeret sendiri kopernya ke dalam rumah.
”Bapak saya sampai gemetaran. Untungnya mas Menteri Nadiem orangnya ramah. Setelah kami duduk di ruang tamu, pelan-pelan beliau mengajak kami ngobrol. Akhirnya kami terlibat dalam obrolan seru,” kata Nuri.
Nuri benar-benar seperti kena prank. Tidak ada satu pun orang kementerian yang memberi tahu ia dan keluarga bahwa Menteri Nadiem akan datang dan menginap. Katanya dua orang petugas monev yang akan menginap, ternyata menteri yang datang. ”Ini benar-benar kejutan yang menyenangkan,” kata Nuri.
Sri Wahyuningsih memberi penjelasan bahwa memang rencana mas menteri menginap di rumah guru sangat dirahasiakan. Bukan hanya tuan rumah yang tidak tahu, para pejabat yang mendampingi Menteri Nadiem kunjungan kerja ke Yogyakarta juga tidak tahu. ”Hanya beberapa orang terdekat saja yang tahu,” ujar Direktur Sekolah Dasar.
Dalam rilisnya, Mendikbudristek menjelaskan bahwa maksud dan tujuannya menginap di rumah Nuri tak lain adalah untuk belajar dari Guru Penggerak. “Program Guru Penggerak itu adalah salah satu program terpenting Kemendikbudristek, karena program ini adalah regenerasi pemimpin-pemimpin sekolah. Kalau saya tidak lagi menjabat sebagai Menteri, yang akan meneruskan transformasi pendidikan adalah para Guru Penggerak,” terang Menteri Nadiem.
“Saya ingin merasakan langsung keseharian sebagai calon Guru Penggerak agar saya lebih memahami. Saya ingin tahu suka dan duka Ibu Nuri sebagai guru. Boleh, Ibu, saya minta izin menginap?,” ujar Mendikbudristek memastikan.
Duduk santai bersama Nuri dan keluarga di ruang tamu, Mendikbudristek mengatakan bahwa dirinya menangkap ada benang merah ketika bertemu dengan para calon Guru Penggerak di berbagai daerah di Indonesia.
“Karakter calon Guru Penggerak itu lugas dalam menyampaikan pendapat dan gagasan. Terutama, saya selalu melihat ada keresahan dalam diri guru-guru yang saya temui. Mereka semua ingin melakukan perubahan untuk meningkatkan kualitas pendidikan,” kata Menteri Nadiem.
Nuri yang pernah mengenyam delapan tahun sebagai guru dan tiga tahun sebagai kepala sekolah di sekolah Muhammadiyah, kini memilih menjadi guru di sekolah negeri. Ia mengaku, “Disinilah saya menemukan bahwa benar pendidikan memang harus ditransformasi. Kenapa sekolah negeri pinggiran tempat saya mengajar tidak sebagus sekolah swasta? Kemudian saya merasa tergerak.”
Bercerita soal alasan memilih kembali menjadi guru padahal tadinya sudah menyandang status kepala sekolah, Nuri menyinggung beban administrasi yang dialami sebagai kepala sekolah sehingga membuatnya tidak leluasa mengajar.
“Ibu sepertinya sepakat dengan saya, bahwa administrasi pendidikan itu tidak sama dengan pembelajaran. Administrasi tidak ada hubungan langsung dengan murid dan hanya mengikuti aturan. Sementara, tugas guru yang sebenarnya adalah untuk fokus memberikan pembelajaran yang bermakna bagi murid,” tanggap Mendikbudristek yang dalam kebijakan Merdeka Belajar Episode Pertama telah menyederhanakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menjadi satu komponen dan satu halaman saja, dari yang tadinya belasan komponen.
Nuri langsung menambahkan, “Saya juga suka kebijakan Mas Menteri menghapus UN. Saya senang sekali.” Pembicaraan Mendikbudristek beserta Ibu Nuri dan keluarga berlangsung hangat hingga waktunya istirahat malam.
Sebelum memulai peninjauannya ke SD Muhammadiyah, SMP Taman Dewasa Jetis, SMA Ma’arif dan berdialog dengan kepala-kepala sekolah se-DIY, pada Selasa (14/9), Mendikbudristek menyempatkan berolahraga bersama dan mengunjungi taman wisata yang dikelola Nuri beserta suami.
Kiprah Nuri Sebagai Calon Guru Penggerak
Pemerintah terus berupaya memajukan pendidikan ke arah yang lebih baik lagi. Untuk mewujudkan itu, Kemendikbudristek tak henti-hentinya melakukan terobosan baru. Salah satunya adalah Program Guru Penggerak yang merupakan episode kelima dari Merdeka Belajar, dan diluncurkan pada 3 Juli 2020.
Program Guru Penggerak ini mendapatkan respons positif dari masyarakat, khususnya para guru. Bahkan saat ini sudah banyak kisah inspiratif para calon Guru Penggerak yang bisa dijadikan pelajaran dan motivasi untuk siswa dan para pendidik lainnya di Indonesia.
Salah satu calon Guru Penggerak yang bisa menjadi inspirasi adalah Nuri. Ia seorang guru di SDN Jetisharjo, Sleman, Yogyakarta. Nuri mengikuti Program Guru Penggerak karena ingin memperdalam kompetensi dan pengetahuan serta wawasan agar dapat menciptakan dampak luar biasa, khususnya bagi peserta didik.
Nuri berjuang keras untuk dapat mengikuti proses seleksi Guru Penggerak dimulai dari membuat esai biodata, harus membuat esai pertanyaan-pertanyaan yang cukup banyak, dan tes tersebut harus dilakukan dengan konsisten dan penuh daya juang.
“Saya sebagai calon Guru Penggerak, lokakarya pertama kurang lebih satu bulan. Proses seleksi awal sudah dilakukan dari tahun lalu. Prosesnya lumayan panjang dan penuh perjuangan. Makanya saya merasa ini pengalaman yang sangat luar biasa,” kata Nuri saat ditemui di kediamannya di Plaosan, RT 08/RW 18, Tlogoadi, Mlati, Sleman.
Nuri menceritakan soal tes yang diberikan untuk para calon Guru Penggerak sangat reflektif. Seperti apa yang sudah dilakukan selama ini, apa mimpinya, visi misinya, melakukan tes wawancara hingga tes mengajar virtual. Setelah memenuhi syarat dan kriteria, para peserta kemudian dinyatakan lolos sebagai calon Guru Penggerak.
“Setelah melewati proses itu, kita dinyatakan lolos. Tapi baru sebagai calon Guru Penggerak,” ujar Nuri lantas tertawa. Ia melanjutkan, setelah menjalani kegiatan Diklat selama 9 bulan dengan sistem blended learning melalui LMS, kemudian melakukan virtual lokakarya. Setelahnya melakukan diskusi dengan instruktur dalam ruang kolaborasi, hingga belajar tatap muka dengan para pengajar prakteknya yang datang langsung ke sekolah.
“Di situlah kemudian saya belajar alur Merdeka Belajar. Dan saya merasakan spirit yang berbeda dan sangat luar biasa,“ tutur Nuri.
Dari semua proses yang sudah dijalani dalam mengikuti Program Guru Penggerak, Nuri menyampaikan ada satu hal yang menjadi kata kunci yaitu refleksi. Melalui program tersebut, ia belajar banyak mengenai nilai guru penggerak yang mengandung nilai reflektif.
“Melalui guru penggerak ini saya jadi berpikir, aku kurang di sini. Aku kurang melakukan ini. Aku belum optimal. Dan itu menjadi refleksi bagi diri saya. Ini sangat luar biasa dan bahkan saya merasakan ini berdampak juga pada siswa,” imbuhnya.
Sebagai calon Guru Penggerak, Nuri memiliki aksi nyata yang dilakukan pada para peserta didik yaitu membuat program refleksi diri yang diterapkan kepada siswa-siswinya.
“Jadi setiap hari siswa akan menulis apa yang dirasakan dan dialami. Selain itu, siswa-siswa saya juga membuat slogan kelas yaitu hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Dan hari esok harus lebih baik daripada hari ini,” kata Nuri. Ketika hari semakin sore, Direktur Sekolah Dasar, Sri Wahyuningsih mengakhiri diskusi dengan berpesan agar para guru terus semangat, dan terus menginspirasi guru-guru yang lain. (Hendriyanto)