Pagi-pagi sekali, kami membangunkan diri dari tidur seperti biasanya. Hanya saja, bangun pagi kali itu, Senin 23 November 2020, adalah bangun pagi yang penuh energi. Kami membayangkan dan menerawang jauh berbagai kemungkinan yang akan kami kerjakan di Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat. Ya, kami dari Yayasan Pendidikan dan Kesehatan Supriyadi Slamet Kab. Kendal Jawa Tengah telah terpilih untuk menjalankan Program Kejar Mutu Sekolah Dasar melalui Kegiatan Pendampingan Psikososial dan Penguatan Implementasi Modul Pembelajaran Sekolah Dasar di Daerah 3T dan Non-3T Selama Masa Pandemi Covid-19.

Sebuah wujud program kepedulian pemerintah pusat terhadap pendidikan di daerah 3T dan Non-3 pada masa pandemi seperti sekarang ini. Program tersebut digulirkan oleh Direktorat Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia  Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Adapun, tim dari yayasan kami ditempatkan di Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat. Sekolah sasarannya ada 5 (lima) sekolah di Kecamatan Sukadana, di antaranya SDN 13 Munting, SDN 14 Sedahan, SDN 10 Munggukibul, SDN 15 Mentubang, dan SDN 19 Pampang.

Tim kami dari Jawa berangkat 5 (lima) orang, di antaranya dua orang dari Kendal menuju Bandar Udara Internasional Ahmad Yani Semarang. Sedangkan 3 (tiga) lainnya berangkat dari Yogyakarta melalui Bandar Udara Internasional Yogyakarta. Tim yang berasal dari Kendal menuju Semarang yakni Setia Naka Andrian (Universitas PGRI Semarang) dan Ulfatur Rohmah (Yayasan Pendidikan dan Kesehatan Supriyadi Slamet). Keduanya berangkat dari Semarang menuju Jakarta pada pukul 06.50 s.d 07.50 WIB. Kemudian tim yang berangkat dari Yogyakarta adalah Dede Wahyudi (Perguruan Budi Mulia Dua Yogyakarta), Bimo Alexander (Universitas Sultan Ageng Tirtayasa), dan Risti Aryanti (Universitas Negeri Yogyakarta). Mereka dari Yogyakarta berangkat pukul 08.30 WIB dan tiba di Jakarta pada 09.55 WIB.

Selanjutnya tim yang berangkat dari Semarang dan Yogyakarta berjumpa di Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta Jakarta. Kemudian selepas usai transit yang cukup melelahkan, mereka berlima melanjutkan perjalanan menuju Pontianak pada 12.20 WIB dan selanjutnya tiba di Bandar Udara Internasional Supadio Pontianak pada 14.00 WIB.

Tak lama selepas tiba di bandara, yang paling pertama selepas rasa syukur yang dipanjatkan atas kelancaran perjalanan, ponsel yang kami pegang selanjutnya. Tak lain untuk memberikan kabar jika kami telah tiba di Pontianak, kota Tugu Khatulistiwa yang begitu masyhur itu. Alih-alih menyampaikan kabar kepada dua tim kami yang berasal dari Pontianak, tak lama kemudian salah satu di antara kami mendapati kabar duluan dari Pak Eka Supriatna (Universitas Tanjungpura). Ia siap menjemput kami di bandara.

Dan tak lama berselang, ia sampai di bandara. Kemudian menjumpai kami yang nampak berwajah lelah sehabis dihantam perjalanan yang cukup menegangkan, hampir sepenuh waktu kami di udara dikunjungi cuaca buruk tanpa henti. Maka sudahlah, sabuk pengaman pun selalu diminta petugas untuk selalu dikenakan.

Kami lega, selepas berjumpa dengan Pak Eka Supriatna yang begitu baik itu. Ya, ia adalah salah satu dari dua tim kami yang berasal dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tanjungpura, yang tak lain adalah mitra yayasan kami yang selama satu bulan penuh akan melaksanakan program pendampingan kejar mutu pendidikan sekolah dasar di Kabupaten Kayong Utara.

Koper dan segala barang bawaan kami dalam tas yang kami tenteng di kanan dan di kiri begitu saja kami angkat dengan sepenuh tenaga untuk segera menyesaki mobil Pak Eka. Namun bagaimana lagi, kami belum cukup punya peta terbaik untuk mengenali Kota Khatulistiwa itu. Meski salah satu di antara kami, yakni Bimo Alexander yang ternyata telah sempat cukup lama hinggap di tanah Borneo, tetapi tentu kami pun tak bisa menolak tawaran baik dari Pak Eka, untuk lekas menjemput kami dengan sepenuh hati itu.

Kami berlima menumpuk di mobil Pak Eka, dan tempat yang kami tuju kali pertama, tak lain adalah rumah makan! Sebab jika hendak melakukan dan memikirkan apa pun, sepertinya akan sangat kurang jika perut masih kosong. Setir Pak Eka pun dibelokkan ke kiri, menghampiri sebuah rumah makan yang sepertinya cukup menawarkan menu masakan yang kiranya lumayan cocok dengan kewajaran lidah kami, tentu lidah Jawa yang masih belum begitu saja rela untuh mencecap cita rasa masakan asing. Dan tibalah, yang kami pilih adalah menu-menu aman yang kerap kami konsumsi saat di Jawa. Ya, telunjuk kami mengarah pada nasi goreng, ayam bakar dan ayam goreng. Lantas, apa pun makanannya, minumnya tetap es teh!

Sebelum makan dihadirkan di meja kami, Pak Eka menelepon Pak Imam Ghozali. Ya, ia adalah salah seorang tim kami yang juga berasal dari Pontianak, pengajar di Universitas Tanjungpura. Sungguh kebaikan tak terkira yang kami terima, selepas dari Pak Eka, kini Pak Imam pun turut serta hendak menawarkan beberapa kebaikan. Pertama, kami diminta singgah. Lalu selanjutnya, kami diminta menginap. Baru esok hari, kami akan dijemput Pak Eka kembali dan diantarkan ke Pelabuhan Senghie Pontianak untuk menempuh jalur air menuju Pelabuhan Sukadana, Kab. Kayong Utara. Ya, di Kec. Sukadana lah nanti, kami akan tinggal selama sebulan untuk menjalani program baik dari Kemendikbud itu.

Selepas usai makan, tibalah saatnya kami diantar Pak Eka menuju rumah Pak Imam. Percakapan kami pun bergerak dan melenggang begitu saja di hamparan jalan raya dan pemandangan kota Pontianak yang sama sekali belum kami jumpai sebelumnya. Ya, hanya Bimo Alexander saja yang nampaknya sedang mencoba merogoh saku celananya yang berisi berbagai kenangan. Ya, ia katanya sudah sempat cukup lama ia tinggal di kota menakjubkan yang sedang kami pijaki meski sebentar itu. Tepatnya, Bimo pernah tinggal di Entikong, sebuah kecamatan di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat yang begitu dekat dengan daerah perbatasan dengan Sarawak Malaysia.

Perjumpaan kami begitu hangat dalam perjalanan siang yang begitu cerah itu. Kami merasa kali ini telah mendapati sebuah perjalanan yang hangat, paket lengkap antara tugas, tanggung jawab, dan sebuah panggilan. Ya, kami yang merasa terpanggil untuk melompatkan tubuh ke pulau seberang, semua tak lain karena harapan besar demi kemajuan pendidikan di Indonesia tercinta!

Lagi-lagi sama, selepas tujuan rumah makan berada di sebelah kiri jalan, kini saat kami tiba di rumah Pak Imam pun sama: Pak Eka memutar setir untuk ditepikan ke kiri. Persis di depan rumah Pak Imam yang nampak begitu hijau itu. Berbagai tanaman di halaman rumah seakan menyambut kehadiran kami. Sudah tentu, segala itu menjadikan kami tiba-tiba melucuti lelah dan entah segala itu bergeser ke mana. Kami tak tahu. Yang kami tahu hanyalah, senyum manis Pak Eka dan istrinya, menebar di ruang tamu. Menyambut kami dengan begitu hangat. Kami berlima tinggallah berbincang dengan Pak Imam dan istrinya. Sebab Pak Eka telah pamit duluan, ada agenda lain yang harus dikerjakan.

Perbincangan mengalir begitu saja, mengenai apa saja. Tentu tak jauh-jauh dari pekerjaan kami, keluarga, kehidupan di Kalbar hingga mengenai segala persiapan yang akan kita kerjakan saat pendampingan kejar mutu nanti di Kabupaten Kayong Utara. Dan selepas kami semua mandi, saat hari sudah mulai redup dan kian gelap, tibalah saatnya Pak Eka dan istrinya mengajak kami keluar untuk makan malam. Maka berjalanlah kami mencari tempat makan yang tak jauh-jauh dari rumah Pak Imam. Ya, menu masakan Lamongan yang menjadi pilihan kami malam itu!

Selepas usai makan malam, pulanglah kami. Dan istirahatlah kami untuk persiapan esok paginya agar dapat melanjutkan perjalanan dengan lebih segar. Sebab bagaimana pun, perjalanan dari Jawa sedikit banyak telah membuat badan kami cukup kelelahan. Alhamdulillah, selepas istirahat di rumah Pak Imam, pagi harinya kami begitu segar. Siap untuk melanjutkan perjalanan menuju Kayong Utara.

Sesudah Speedboat Berangkat

Selasa pagi, 24 November 2020, selepas kami disuguhi sarapan, kami disambut kota Tugu Khatulistiwa untuk bergegas melanjutkan perjalanan. Maka dijemputlah kami oleh Pak Eka, kami di antarkan menuju Pelabuhan Senghie Pontianak. “Sepertinya ini akan sangat seru perjalanan kita nanti ya! Asyik ini kita akan naik speedboat!” ujar Bimo dengan penuh semangat. Naka pun turut menimpali, “Sungguh seru pastinya. Sebab bagaimana lagi, biasanya kita kan hanya naik speedboat di wahana wisata semata bukan?”

Begitulah kegirangan kami menyambut perjalanan yang akan kami tunaikan pagi itu. Mobil Pak Eka bergerak menuju Pelabuhan Senghie, perjalanan terasa begitu cepat. Entah sepertinya memang begitu dekat jarak rumah Pak Imam dengan pelabuhan. Dan percakapan di mobil pun terasa belum tuntas, tiba-tiba saja kami sudah sampai di pelabuhan.

Kami tiba di pelabuhan jauh lebih pagi dari apa yang telah dijadwalkan dalam keberangkatan speedboat. Sebab kami tak ingin terburu-buru, akhirnya kami pun menanti sekitar hampir dua jam untuk menanti keberangkatan, selepas konfirmasi pesanan tiket ke loket speedboat. Kami senang sekali, sebab tiket yang dipesankan sehari sebelumnya oleh Bu Suci Wijayanti mengantarkan kami untuk duduk di baris depan. Apalagi Pak Dede, ia duduk bersebelahan dengan sopir speedboat!

Sekitar pukul 08.30 WIB, naiklah kami di tubuh speedboat. Beruntunglah kami dapat dipesankan lebih awal oleh Bu Suci, tim fasilitator kami dari daerah setempat. Dengan begitu kami bisa menikmati pemandangan yang begitu menawan. Sungguh mengasyikkan menjalani menyusuri sungai Kapuas dan tepi laut!

Belum lama melaju, ada suara semacam peluit dari pasukan angkatan laut. Suara-suara seakan estafet dari belakang ke depan, semacam sebuah acara di televisi. Paling belakang menepuk pundak depannya, “Air masuk. Air masuk.”

Berlanjut pula terus menepuk pundak ke depannya. Hingga sampailah pada deretan tempat duduk kami. Sopir speedboat mendengarnya. Ia nampak santai saja. Dan tak lama kemudian, suara kaki kernet kami dengar dari atap speedboat. Langkah itu menuju ke belakang, membetulkan mesin yang tersangkut bongkahan kayu. Kami sungguh khawatir, dan alhamdulillah semua itu dapat lekas teratasi. Speedboat melaju kembali dengan kecepatan kira-kira sekitar 80 sampai 90 km/jam.

Perjalanan begitu saja mengasyikkan bagi kami. Hingga tiba saat menjelang makan siang, kiranya pukul 11.00 WIB, speedboat menepi di warung-warung makan yang sudah begitu siap menyambut perut kami yang lumayan lama dihantam angin dan deru air dalam perjalanan. Maka istirahatlah speedboat, dan kami menikmati makanan di sebuah warung paling ujung. “Jika tak lebih dari satu jam mungkin akan sangat seru naik speedboad ini. Namun bagaimana jika sampai 5 jam menaikinya. Beda cerita!” ujar Pak Dede yang membuat kami tertawa lepas, paling tidak sebagai obat kelegaan.

Kami menyelesaikan makan siang. Baru setengah jam kemudian, speedboat berangkat, melanjutkan separuh sisa perjalanan yang harus segera ditunaikan. Tak jauh melaju, speedboat mulai melompat dan memukul sisa gelombang dari kapal-kapal pemuat barang yang bersimpangan di jalur sungai. Bagi kami, “Ya, tak apa, barangkali keseruan itu baru dimulai.” Meski kami sedikit mulai deg-degan dihampiri semua itu. Namun ternyata itu hanya sebentar. Kami mulai tenang kembali. Kemudian saat kami melihat keluar speedboad, lautan membentang di depan sana. Gelombang mulai dihantam speedboat yang kami tunggangi. “Penumpang yang terhormat, mohon kenakan sabuk pengaman!” celetuk Naka begitu saja dan mengundang gelak tawa di antara kami.

Lagi-lagi, itu berlalu sepepas berpuluh menit kemudian. Kami pun seakan lega, mencoba meredakan segala riuh gundah di dada kami masing-masing. Kemudian selepas itu kami pun sempat mengantuk di perjalanan. Kami tak kuasa dengan semilir angin yang menampari wajah kami, hingga mata tak kuasa menerimanya. Terpejamlah pelan-pelan, kami mengantuk dan lumayan tertidur.

Tak lama berselang selepas itu, kembali speedboat melompat-lompat. Seakan nampak keras ombang menampari punggung speedboat. Batin kami, apalagi ini. Baru saja tak lama mata menikmati kantuk dan sedikit memejamkan mata. Dan ternyata, speedboat yang kami tumpangi tiba di laut kembali. Di antara kami melihat jam tangan, dan ternyata perjalanan tak lama lagi akan menggiring kami sampai pada tujuan: Pelabuhan Sukadana Kec. Kayong Utara. Kiranya setengah jam lagi kami akan tiba di Sukadana, sebuah kecamatan yang akan kami tempati selama satu bulan penuh di bumi petuah.

Hujan pun mengguyur lumayan deras. Ombak kian menjadi-jadi. Seluruh speedboat ditutup rapat. Hanya kaca di depan saja yang dibuka untuk sopir, agar dapat mengendarai speedboat dengan baik. Meski sungguh, pandangan ke depan pun hanya tersiswa berapa meter saja. Pandangan nampak kabur. Namun sepertinya, sopir sudah paham jalur. Ia nampak tenang meski speedboat melompat-lompat kian menjadi.

Mbak Risti, salah seorang tim kami dari Jawa yang paling muda sendiri berujar, “Tadi saya awal naik speedboat menikmati perjalanan. Saya kabarkan kepada ibu saya atas keseruan yang membahagiakan itu. Namun ini saya mengabarkan kembali, mohon doanya ya, Bu…”

Sungguh, kami tak bisa membayangkan betapa ngeri perjalanan itu. Lebih lagi jika kami membayangkan, betapa kuat dan tabahnya orang-orang di bumi petuah ini. Bahwasanya kendaraan bernama speedboat inilah yang kerap mereka tunggangi. Jika memang saat melewati jalur darat akan lebih lama durasi waktu perjalanannya. Tentu jalanan darat pun sangat tidak memadahi, jalan-jalan masih berupa tanah. Bagaimana lagi jika musim hujan yang sedang menjadi-jadi seperti saat ini.

Sekitar setengah jam berlalu, dan kami merasa cukup lega selepas melihat kenampakan putih-putih Masjid Agung Oesman Al-Khair. Sungguh, melihat itu kami seakan telah menemukan kemerdekaan tersendiri selepas melalui hamparan laut dengan hantaman ombak yang begitu ngeri menampari punggung speedboat kami.

Alhamdulillah, sekitar pukul 14.00 WIB, kami tiba di Pelabuhan Sukadana Kab. Kayong Utara. Tak lama kemudian, salah satu di antara kami ditelepon oleh Pak Raimin Faisal, salah seorang anggota tim fasilitator kami dari daerah setempat. Ya, Pak Raimin lah salah satu di antara beberapa anggota tim dari Kab. Kayong Utara yang sudah jauh-jauh hari sebelumnya berkomunikasi kepada kami yang datang dari Jawa. Ia yang juga mencarikan dan memastikan di mana nanti kami akan tinggal selama dua bulan di Kec. Sukadana Kab. Kayong Utara.

Tanpa banyak basa-basi, kami segera diantar Pak Raimin menuju rumah Bu Suci, yang tak lain sangatlah berdekatan dengan tempat kos yang akan kami tinggali selama sebulan itu. Ya, kos itu lebih tepatnya ada di depan rumah Bu Suci, berhadap-hadapan. Selepas sampai di rumah Bu Suci pun, kami disambut dengan hangat olehnya, termasuk pula oleh suaminya, Pak Said.

“Silakan, suatu saat jika dibutuhkan, bolehlah di sini digunakan untuk diskusi dan rapat tim,” begitulah tawaran Bu Suci dan disambut suaminya turut pula menyilakan. Kami pun Bahagia, di mana-mana disambut baik. Dan kami yakin, inilah awal yang baik untuk melakukan kegiatan bersama. Pasti juga, perjumpaan ini adalah awal silaturahmi yang baik bagi kami semua. Kami yakin itu.

Dan Pak Said pun, yang saat itu juga menghubungi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Kayong Utara, ia mengabarkan mengenai kedatangan kami, tim dari Yayasan Pendidikan dan Kesehatan Supriyadi Slamet yang datang dari Jawa. Pak Said menanyakan mengenai kapan kami dapat sowan ke kantor dinas. Akhirnya, pihak dinas menghendaki kami hadir ke sana esok harinya.

Koordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Para Kepala SD Sasaran

Rabu, 25 November 2020, adalah hari ketiga kami menjalani program pendampingan. Ya, pagi sekali di hari itu selepas kami melucuti segala lelah,maka berangkatlah kami menuju kantor dinas bersama tim fasilitator lokal. Kami berkoordinasi dengan dinas pendidikan tepat pada pukul 08.30 WIB. Saat itu, kami disambut oleh Pak Adi Sugiarto, S.Pd., Kasi Peserta Didik Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kayong Utara.

“Selamat datang di Kayong Utara, Bapak/Ibu. Selamat datang di Sukadana. Semoga Bapak/Ibu dapat menjalankan tugas dengan baik di sini. Yang pasti, kami sangat menyambut baik kehadiran Bapak/Ibu yang tentu datang dengan membawa program yang sangat bermanfaat bagi kami semua di sini, khususnya bagi sekolah-sekolah sasaran, bagi anak-anak didik di sekolah dasar di Kec. Sukadana ini,” ujar Pak Adi Sugiarto, mempersilakan dan menyambut kedatangan kami dengan begitu hangat.

Perjumpaan kami dengan dinas pendidikan kala itu, selain berkenalan dan menyampaikan mengenai program pendampingan belajar dan kejar mutu, kami dan dinas pendidikan pun turut serta mendiskusikan mengenai apa saja yang akan dilakukan selama satu bulan di Kayong Utara. Termasuk kami menentukan hari untuk mengundang para kepala sekolah dan guru senior dari berbagai SD sasaran. Kami dan dinas pendidikan yang diwakilkan Pak Adi kala itu pun memutuskan untuk mengundang para kepala sekolah esok harinya.

Selepas kami ditanya Pak Adi, “Kapan kiranya akan mengundang para kepala sekolah?” Kami pun menjawab dengan sedikit gurau, “Kalau bisa secepatnya, Pak. Meski tidak harus hari ini…” Pak Adi pun menyambung. “Sebenarnya bisa-bisa saja kami mengundang para kepala sekolah hari ini. Namun sepertinya akan lebih tepat jika esok hari.”

Begitulah perjumpaan kami, perbincangan pun mengalir. Tidak hanya terkait program yang kami bawa saja. Justru menyasar jauh pula mengenai bagaimana kita semua menghadapi pendidikan pada masa pandemi seperti sekarang ini. Bahkan di antara kami dan Pak Adi pun turut mengeluhkan mengenai pendampingan belajar anak-anak di rumah. Ternyata semua kuwalahan. Dan doa kami tetap sama: semoga pagebluk ini lekas usai.

Kamis, 26 November 2020, tibalh saatnya kami mengadakan pertemuan dengan para kepala sekolah sasaran di kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Kayong Utara. Para kepala sekolah dan guru senior dari SD N 13 Munting, SD N 14 Sedahan, SD N 10 Munggukibul, SD N 15 Mentubang, dan SD N 19 Pampang.

“Koordinasi tersebut dilaksanakan dalam rangka Program Pendampingan Peserta Didik dan Kejar Mutu di Sekolah Dasar wilayah 3T dan Non 3T, Yayasan Pendidikan dan Kesehatan Supriyadi Slamet bermitra dengan FKIP Universitas Tanjungpura Kalimantan Barat akan melaksanakan program Pendampingan Kejar Mutu SD dari  Direktorat Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” tutur Dede Wahyudi.

Menurutnya, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kayong Utara dan para kepala SD sasaran sangat menyambut baik dan begitu antusias terhadap program yang hendak dilaksanakan tersebut. Bahkan dalam koordinasi tersebut, selepas para kepala sekolah mengisi assessmen, diputuskan pula jadwal kunjungan tim ke beberapa sekolah untuk melakukan pengisian assessmen bagi orangtua siswa dan para guru.

“Kami sangat menyambut baik atas program pendampingan belajar bagi siswa dan kejar mutu sekolah pada masa pandemi ini. Sebuah program yang sangat baik dari Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” tutur Jam Jami, S.Pd. SD., M.Pd., Kepala Bidang Pembinaan Pendidikan Dasar, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Kayong Utara yang pada kesempatan tersebut membuka acara dan mendampingi berlangsungnya koordinasi hingga selesai. Selain Kabid Pembinaan Pendidikan, hadir pula Adi Sugiarto, S.Pd., kasi Peserta Didik dan Pengembangan Karakter yang mendampingi hingga koordinasi selesai dilaksanakan. Selepas kepala sekolah diminta untuk mengisi assessment, kami juga menitipkan assessment untuk diisi oleh guru dan orang tua siswa kelas 4, 5, dan 6.

Bedah Modul, Penyamaan persepsi, dan Identifikasi Masalah

Kamis, 27 November 2020, kami seluruh tim Yayasan Pendidikan dan Kesehatan Supriyadi Slamet baik tim yang hadir dari Jawa maupun tim dari Pontianak dan Kayong Utara menyelenggarakan bedah modul, penyamaan persepsi dan identifikasi masalah yang memungkinkan akan muncul kelak saat kami telah mendapatkan hasil isian assessment dari kepala sekolah, guru, dan orangtua wali.

Paling tidak, dengan begitu akan terjadi kontak pengetahuan dan pengalaman tersendiri di antara kami. Yang pasti, kami pun turut mendengar apa yang disampaikan oleh beberapa tim fasilitator yang memang mereka berasal dari daerah sasaran. Meskipun mereka tidak ada yang mengajar pada 5 (lima) sekolah sasaran yang akan kami lakukan pendampingan tersebut. Namun tentu, mereka sedikit banyak mereka paham apa saja permasalahan yang menggenangi dunia pendidikan di daerahnya sendiri.

Beberapa permasalahan yang dirangkum dari keterangan yang disampaikan oleh tim fasilitator dari daerah saat penyamaan persepsi terhadap assessment awal kejar mutu serta bedah modul pada saat itu di antaranya sebagai berikut. Pertama adalah permasalahan yang dimungkinkan muncul di antaranya mengenai kendala jaringan internet, kesibukan orangtua (bagi anak yang mengikuti pembelajaran daring, ketidakpahaman orangtua terhadap materi pelajaran yang diberikan guru kepada siswa (anaknya), kontrol orangtua terhadap penggunaan ponsel pintar.

Kemudian didapati pula permasalahan ketidaksampaian guru dalam memberikan materi pelajaran. Dalam hal ini siswa belum memahami materi yang diberikan oleh guru. Kesannya bagi orangtua, guru hanya memberikan tugas terus-menerus seakan tanpa memberikan materi. Dari hal ini memicu orangtua turut serta disibukkan untuk membantu memahami materi atau bahkan turut disibukkan untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru setiap minggu atau bahkan setiap hari.

Terkait materi yang diberikan oleh guru, memunculkan permasalahan di antaranya materi yang diberikan guru bukan materi yang dipraktikkan. Kemudian pada kebijakan guru kelas, dalam hal ini terkait dengan kebijakan guru kelas yang dituntut untuk mengetahui banyak hal, mendalami berbagai bidang yang harus diajarkan kepada siswa.

Kemudian terkait permasalahan guru (baik bagi diri sendiri maupun kepala sekolah). Di antaranya terkait penilaian. Misalnya pada mata pelajaran olahraga atau mata pelajaran lain, siswa tidak mau dikunjungi dengan berbagai alasan. Lalu selanjutnya guru tidak dapat memberikan nilai atas tugas yang seharusnya diberikan kepada siswa. Perihal permasalahan teknologi yang dapat menunjang pembelajaran bagi guru. Banyak didapati guru yang masih membutuhkan pelatihan teknologi penunjang pembelajaran. Misalnya bagaimana membuat zoom meeting, google meet, google classroom, dan lainnya.

Selanjutnya permasalahan yang dimungkinkan muncul dari kepala sekolah, di antaranya mengenai kebijakan yang berbeda dengan sekolah lain. Hal tersebut tentu akan menjadi pertanyaan bagi orangtua. Misalnya terkait kebijakan penilaian yang diberikan guru kepada murid pada masa andemic.

Penghimpunan Hasil Assessment dan Pendampingan Pertama bagi Sekolah Sasaran

Sabtu, 28 November 2020, tim fasilitator dari daerah maupun dari Jawa berkumpul untuk penghimpunan hasil assessment sekolah sasaran, baik dari kepala sekolah, guru, dan orang tua peserta didik. Persoalan-persoalan yang muncul tentu terkait bagaimana kendala yang terjadi pada pembelajaran dalam jaringan (daring). Akses internet yang dirasa masih begitu susah didapati oleh peserta didik serta ketidakmampuan orang tua dalam memenuhi kebutuhan gawai bagi anaknya.

Selain itu didapati persoalan yang kiranya masih berkait paut dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh sekolah. Kiranya masih perlu pendampingan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) bagi para guru. Mereka butuh suntikan untuk dapat mempelajari lebih jauh mengenai pemanfaatan teknologi dalam mensukseskan proses pembelajaran pada masa pandemi.

Para siswa pun sangat butuh pendampingan dari orang tua dan seluruh keluarga saat di rumah. Jika saat sebelum masa pandemi, tentu siswa akan cukup banyak waktunya di sekolah, dan tentu segala itu membuat guru mudah memantau aktivitas mereka. Namun saat masa pandemi seperti sekarang ini, siswa akan lebih banyak di rumah. Dan ternyata dari situ, tidak sedikit didapati anak-anak yang memiliki kedua orang tua yang cukup sibuk bekerja. Sudah pasti sangat tidak bisa sepenuhnya mendampingi anak-anaknya dalam belajar. Akhirnya siswa pun kerap menghabiskan waktunya untuk bermain dan bermain.

Jika siswa diminta untuk mengerjakan tugas dan siswa sudah dapat dengan leluasa untuk mengakses internet melalui ponsel pintar orang tuanya, mereka akan secepat mungkin agar bisa menyelesaikan tugasnya dengan cepat. Lalu selepas itu siswa akan menghabiskan waktu selanjutnya untuk bermain game dari ponsel pintar itu. Dari situ pun seakan orang tua tak kuasa untuk melarang atau siswa ternyata secara diam-diam memanfaatkan gawai yang seharusnya untuk mengakses sumber belajar malah digunakan untuk mengakses hal lain misalnya mengakses youtube dan game online.

Minggu, 29 November 2020, diakukan pendampingan kali pertama yang kami lakukan kepada Wali Murid Kelas 4 SDN 13 Munting, Kec. Sukadana, Kab. Kayong Utara. Permasalahan yang muncul dari orang tua peserta didik, di antaranya mengenai pulsa paket internet yang sulit dipenuhi pada masa pandemi seperti sekarang ini.

Tidak sedikit ditemukan orang tua mereka yang pekerjaannya tidak menentu. Ditambah lagi mengenai jaringan yang tidak stabil, sesekali ada tetapi sangat lemah, atau bahkan kerap jaringan itu lenyap. Di antara orang tua menyampaikan bahwasanya mereka kurang bisa menyampaikan atau mendampingi anaknya dalam menyelami mata pelajaran matematika. Guru hanya memberikan tugas, tidak memberikan materi entah melalui video atau media lainnya.

Berpijak dari hal tersebut, selanjutnya kami akan memberikan pendampingan lebih lanjut kepada orang tua, guru, dan tentunya juga pendampingan psikososial kepada para siswa. Perihal permasalahan pulsa paket internet yang susah dipenuhi, kami dapat mencoba memberikan tawaran lain kepada guru, bagaimana guru memberikan pembelajaran menghadapi kondisi tersebut.

Salah satunya dengan memberikan pembinaan (coaching) kepada para guru terkait strategi pembelajaran agar lebih efektif digunakan dalam menghadapi pembelajaran pada masa pandemi. Sebab kami rasa persoalan mengenai kesulitan membeli kuota internet karena dampak ekonomi, juga termasuk kendala jaringan internet yang tidak stabil ini tentu selanjutnya menjadi kerja keras sekolah terutama bagi guru agar mampu memberikan tawaran lain dalam mengawal proses belajar siswanya.

Selain juga masih didapati persoalan yang masih terkait dengan bagaimana pembelajaran itu berlangsung, yakni pada persoalan ketidakmampuan siswa dalam menyerap atau memahami materi pelajaran yang diberikan oleh guru. Sehingga hal tersebut pula yang membuat orang tua siswa mengalami kesulitan dalam mendampingi mereka, misalnya dalam mata pelajaran matematika.

Orang tua mengaku bahwasanya mereka sangat kesulitan, terlebih banyak di antara orang tua yang mengeluhkan mengenai mata pelajaran yang didapat mereka ketika sekolah dulu sangat berbeda dengan materi yang diterima anak-anaknya saat ini. Apalagi bagi orang tua yang ternyata sama sekali dulu tidak sekolah. (Tim Yayasan Pendidikan dan Kesehatan Supriyadi Slamet).