Ilustrasi siswa sedang belajar (Credit Instagram @guru_esdeh
Kebanyakan orang tua mungkin tidak menyadari bahwa ketika anak melihat dan menyaksikan orang tuanya bertengkar atau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) akan menjadi pengalaman yang buruk bagi anak dan berpotensi menimbulkan trauma yang dapat mempengaruhi perkembangan kesehatan fisik, mental dan kehidupan anak dalam jangka panjang hingga dewasa kelak. Pengalaman buruk ini memiliki dampak negatif bagi anak yaitu:
Dampak Psikologis dan Emosional
- Kecemasan dan Ketakutan: anak yang menyaksikan pertengkaran orang tua adalah tantangan besar. Ketika seorang anak merasa terancam dan keselamatannya terganggu, dunia kecil mereka yang seharusnya penuh dengan rasa aman berubah menjadi tempat yang menakutkan. Gangguan tidur, mimpi buruk, tangisan tiba-tiba, dan rasa tidak tenang yang terus-menerus adalah beberapa tanda bahwa anak tersebut sedang berjuang menghadapi kepanikan yang mendalam. Oleh karena itu, penting bagi kita sebagai orang dewasa untuk menciptakan lingkungan yang penuh kasih sayang dan ketenangan, serta memberikan dukungan emosional yang diperlukan untuk memulihkan rasa aman anak. Hanya dengan demikian, kita bisa membantu anak kembali merasakan kedamaian di dunia mereka yang rapuh.
- Rendahnya Harga Diri: anak yang menyaksikan pertengkaran orang tuanya bisa menjadi luka tak terlihat yang berdampak panjang. Ketika seorang anak merasa tidak berharga atau tidak layak dicintai, kepercayaan dirinya terkikis, menciptakan ketakutan dan keraguan dalam menghadapi tantangan di masa depan. Perasaan "tidak bisa" dan ketidakberanian untuk mencoba akan menghambat perkembangan anak.
- Depresi dan Kemarahan: anak yang menyaksikan pertengkaran atau kekerasan yang dilakukan oleh orang tuanya berpotensi mengalami gejala depresi seperti perasaan sedih yang mendalam, kehilangan minat pada aktivitas yang biasanya disukai, serta rasa putus asa bisa menguasai hati mereka. Marah dan frustrasi menjadi reaksi alamiah, yang kemudian tercermin dalam perilaku mereka di sekolah maupun di lingkungan rumah.
- Kesulitan Mengelola Emosi: anak yang menyaksikan konflik pertengkaran atau kekerasan orang tuanya sering sekali mengalami kesulitan dalam mengelola dan mengekspresikan emosi anak secara sehat. Di saat teman-temannya tertawa dan bermain dengan bebas, anak ini mungkin merasa terjebak dalam kebingungan dan kecanggungan. Anak tidak tahu bagaimana mengekspresikan perasaannya dengan cara yang sehat dan alami.
Dampak Sosial
- Kesulitan dalam Hubungan: anak yang tumbuh dengan lingkungan penuh konflik dan kekerasan. Ketika masa kecil mereka dipenuhi dengan pertengkaran dan ketegangan, ingatan-ingatan itu tertanam dalam jiwa, membentuk pandangan mereka terhadap hubungan di masa depan. Anak-anak ini mungkin kesulitan untuk mempercayai orang lain dan cendrung meniru pola perilaku negatif yang mereka saksikan, menjadikan hubungan yang stabil dan harmonis sebuah tantangan besar.
- Prestasi Akademik: anak yang menyaksikan pertengkaran atau kekerasan orang tuanya. Ketika seharusnya mereka riang dan bersemangat mengikuti pelajaran di sekolah, anak justru menjadi murung, sedih, dan gelisah. Pikiran mereka terus dibayangi oleh pertengkaran dan kekerasan orang tuanya yang terjadi di rumah, mengganggu konsentrasi dan memudarkan motivasi. Akibatnya, perkembangan belajar mereka terganggu, dan prestasi akademik yang seharusnya bisa diraih tak tercapai sesuai harapan.
- Isolasi Sosial: anak yang melihat pertengkaran atau kekerasan orang tua juga berpotensi mengalami minder, merasa malu dan tidak nyaman untuk berbagi cerita dengan antusias seperti teman-teman lainnya. Hal ini membuat anak menjadi kurang interaktif dan membuat temannya bosan atau merasa kurang cocok, akhirnya si anak dijauhi atau tidak diajak bermain bersama-sama, dengan demikian membuat anak terisolasi dan merasa kesepian.
Dampak Perilaku
- Perilaku Agesif: anak yang sering menyaksikan pertengkaran atau kekerasan yang dilakukan oleh orang tuanya, berpotensi besar untuk ditiru oleh anak. Karena pada dasarnya anak adalah seorang peniru yang ulung, anak itu belajar dari pengalamannya, dari apa yang dia lihat dan cenderung meniru apapun yang dia ketahui. Jika yang dia lihat perilaku positif maka anak akan meniru perilaku positif, begitu juga sebaliknya, jika anak melihat perilaku agresif, pertengkaran, kekerasan, maka hal itu juga yang akan ditiru oleh anak. Sehingga anak berpotensi terlibat dalam perilaku agresif, bahkan perilaku kekerasan saat berada di sekolah maupun di lingkungan rumah.
- Masalah Kesehatan: anak yang sering melihat pertengkaran atau kekerasan orang tuanya juga dapat mengalami masalah kesehatan, anak menjadi kurang nafsu makan, gangguan pencernaan, dan gangguan perkembangan otak, pertumbuhan kurang maksimal, dan juga berpotensi menimbulkan resiko cedera fisik karena meniru perilaku kekerasan seperti yang dilakukan orang tuanya.
Anak yang melihat dan menyaksikan orang tuanya bertengkar atau melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berdampak buruk bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, hingga dapat mempengaruhi kehidupan dan kepribadiannya di masa depan saat ia dewasa. Sebagai orang tua, kebahagiaan dan kesuksesan anak adalah yang paling berharga. Keberhasilan anak menjadi kebanggan bagi orang tua. Maka dari itu, sebagai orang tua harus bisa menghindari perilaku pertengkaran atau kekerasan di depan anak, dengan cara terus belajar mengendalikan emosi, bersikap sabar dan berusaha tetap tenang, menurunkan ego disaat muncul amarah. Hal ini penting dilakukan, demi melindungi anak dari pengalaman buruk di masa kecil dan juga demi pertumbuhan dan perkembangan anak yang baik, sehat, dan maksimal untuk mendukung kesuksesannya di masa depan. Mulai sekarang, yuk terus belajar kelola emosi lebih baik lagi dan tidak melakukan pertengkaran atau kekerasan di depan anak.
Penulis : Eko Nuriyanto
Editor : Amalia, Harmanto, Kurniawan, Hildha
Referensi : https://www.cdc.gov/aces/about/index.html