Menurut data PISA di tahun 2018, kemampuan literasi dan numerasi Indonesia cenderung stagnan dan menduduki peringkat kedua dari bawah. Selain itu tidak ada lonjakan peningkatan nilai selama kurang lebih 18 tahun terakhir.

Untuk mengembangkan kemampuan literasi dan numerasi pada peserta didik diperlukan strategi yang tepat agar anak-anak semakin tertarik dan terlatih untuk mengembangkan kemampuan membaca, menulis serta memahami informasi di sekelilingnya. Sehingga menjadi pengetahuan yang bermanfaat.

Hal itu disampaikan Dr. Khairullah, M.Pd, Koordinator Fungsi Peserta Didik Direktorat Sekolah Dasar Kemendikbud, pada saat memberikan paparan materi dalam webinar Praktik Budaya Literasi Di Sekolah Dasar pada Sabtu, 19 Desember 2020..

Oleh karena itu dengan adanya kegiatan webinar untuk mensosialisasikan literasi ini sangatlah tepat dan sangat penting apalagi di tengah pandemi ini. Apalagi Sekolah Dasar adalah tempat pertama untuk menanamkan dasar-dasar tentang literasi kepada anak-anak,” ujar Khairullah.

Dalam kegiatan yang dihadiri oleh Wien Muldian Ketua Umum Perkumpulan Literasi Indonesia dan juga Kanti W. Janis, SH, LLM, CEO Indonesian Writers Inc., Khairullah menyampaikan bahwa membaca itu seharusnya tidak sekadar menggabungkan huruf-huruf menjadi kalimat saja akan tetapi harus dipahami oleh anak-anak.

“Bahkan kita harus mengajarkan anak-anak bukan sekedar membaca tapi juga harus mengetahui maksud dari apa yang dibaca oleh mereka,” tambahnya.

Khairullah melanjutkan, sosialisasi literasi dan numerasi ini harus dilakukan secara konsisten dan massif karena menurut data dari UNESCO minat baca Indonesia masih sangat memprihatinkan. Dimana jika dilihat dari persentasenya adalah 0,01%.

“ini artinya dari setiap 1000 orang Indonesia hanya satu orang yang membaca. Ini perlu kita perhatikan kita semua. Oleh karena itu diharapkan ada upaya-upaya dari kita semua mampu menggerakkan anak-anak Sekolah Dasar untuk cinta dan mau membaca dan memahami apa yang mereka baca,” ujarnya.

Akan tetapi Khairullah menegaskan, untuk meningkatkan literasi di Sekolah dasar ini diperlukan kerjasama berbagai pihak. Baik pemerintah pusat, daerah, kepala sekolah, guru, serta masyarakat.

“Tanpa ada kerjasama dan keterlibatan masyarakat saya yakin agak sulit terlaksana. Oleh karena itu permasalahan literasi ini adalah kepentingan kita bersama.” Tandasnya.

Kanti W. Janis, SH, LLM, CEO Indonesian Writers Inc, mengatakan minat baca orang Indonesia memang rendah. Akan tetapi opini rendahnya tingkat literasi Indonesia itu murni disebabkan oleh faktor rasio antara ketersediaan bacaan dengan jumlah penduduk yang berbeda sangatlah jauh.

“Seperti yang dikutip dari Kepala Perpustakaan Nasional Syarif Bando yang mengatakan jika setiap tahun perpustakaan hanya menyediakan 50 juta buku bacaan terbaru, secara de facto ada kekurangan 217 juta buku (1 buku baru per orang per tahun). Sementara UNESCO menetapkan standar minimal 3 buku baru setiap orang per tahun,” papar Kanti.

Kanti juga menyampaikan di Indonesia sendiri untuk minat membacanya cukup tinggi, akan tetapi daya bacanya rendah. Selain itu yang perlu dipahami oleh masyarakat, membaca adalah keterampilan yang perlu dilatih. Seperti keterampilan bermain alat musik, keterampilan melukis, menjahit dan sebagainya.

“Setiap keterampilan perlu dilatih sesuai perjenjangannya. Yaitu, pemula, menengah dan ahli,” ujar penulis sekaligus advocate ini.

Kanti menambahkan membaca merupakan melatih kemampuan literasi anak. Sementara kemampuan literasi adalah kemampuan menalar, melihat persoalan secara menyeluruh dan menemukan solusinya.

“Jika literasi itu diajarkan pada anak sejak dini sehingga setiap anak siap menghadapi kehidupan. Oleh karena itu  peran guru selain memilihkan bacaan sesuai untuk pelajar Sekolah Dasar, adalah memilih bacaan yang melatih kemampuan berpikir kritis.” Pungkasnya.

Di siis lain Wien Muldian Ketua Umum Perkumpulan Literasi Indonesia juga menyampaikan dalam paparannya, jika ada literasi yang perlu dipahami selain membaca dan menulis yaitu multiliterasi. Keterampilan multiliterasi merupakan keterampilan yang menggunakan berbagai cara untuk menyatakan serta memahami ide-ide, pengetahuan dan informasi dengan menggunakan bentuk-bentuk teks konvensional maupun bentuk-bentuk teks inovatif, simbol, dan multimedia.

“Beragam teks yang digunakan dalam satu konteks disebut teks multimoda. Yang terdapat dalam teks multimoda itu diantaranya ada movie ada infografis, ada booklets, sketchnoting, email, animasi visual dan masih banyak lagi. Sementara itu untuk jenis teks multimoda dan gaya belajarnya itu bisa melalui cetak tulisan audio visual digital dan kinestetik,” papar Wien.

Sementara itu untuk strategi budaya literasinya sndiri, Wien mengatakan dapat melakukan 3 strategi diantaranya, ada strategi melalui pembangunan lingkungan fisik yang kondusif dan menyenangkan bagi seluruh ekosistem Sekolah Dasar. Terutama siswa agar semua merasa nyaman dan memudahkan dalam proses pendidikan.

Selain itu juga dapat membangun lingkungan sosial afektif di sekolah dimana setiap setiap siswa memiliki kedekatan emosional dan psikis dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan sesama siswa, guru, keluarga, masyarakat dan lainnya.

“Strategi yang ketiga adalah membangun lingkungan akademis di sekolah dimana setiap siswa belajar satu sama lain dan belajar bersama untuk meningkatkan pengetahuan dan mempraktekkannya di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Karena siswa memiliki kedekatan emosional dan psikis dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan sesama siswa, guru, keluarga, masyarakat dan lainnya.” Ujar Wien mengakhiri. (Kumi Laila/Hendriyanto)