Sekolah harus mempersiapkan seluruh siswa untuk pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), meskipun pada pelaksanaannya nanti hanya 30 siswa dari tiap sekolah yang mengikuti AKM. Untuk jenjang Sekolah Dasar, asesmen akan dilakukan terhadap kelas 5. Sedangkan untuk jejang SMP, SMA dan SMK, yang akan mengikuti AKM adalah kelas tengah atau kelas 2.

”Walaupun tidak seluruh siswa yang akan di-asesmen, tetapi sekolah perlu menyiapkan seluruh peserta didik. Karena nanti 30 siswa itu akan dipilih secara acak. Dan tidak menutup kemungkinan ada survei karakter terhadap seluruh peserta didik,” kata Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd., Direktur Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud, di Tangerang, Kamis, 22 Oktober 2020.

Hal itu disampaikan Sri Wahyuningsih ketika membuka kegiatan Penyusunan Buku Tata Kelola Pembinaan Sekolah Dasar Tahap II yang digelar selama 3 hari, 22-24 Oktober 2020. Kegiatan ini melibatkan perwakilan sekolah yang memiliki tata kelola baik, diantaranya SD Islam Al Azhar 1 Kebayoran Baru, SD Cikal Cilandak, SDIT Darul Maarif Islamic School Jakarta Timur, SD Islam Sinar Cendikia Tangerang Selatan, SD Al Irsyad Al Islamiyyah Purwokerto, SD Khalifa, SD Bogor Raya, dan SD Taruna Bangsa. Hadir pula praktisi dan ASN Direktorat Sekolah Dasar.

Sri Wahyuningsih menjelaskan, pihaknya sengaja mengundang perwakilan sekolah, baik secara tatap muka maupun virtual, agar dapat menyampaikan pandangannya tentang tata kelola sekolah yang baik. Sekolah-sekolah yang diundang diminta untuk membagikan praktik baik mereka agar bisa dijalankan di sekolah-sekolah lain.

”Karena sekarang bukan zamannya lagi kita tunjukkan sekolah kita paling hebat, tapi bagaimana sekolah yang hebat itu bisa menginspirasi agar semua sekolah menjadi hebat,” tegas Direktur Sekolah Dasar Kemendikbud. Dengan begitu, beliau berharap, seluruh Sekolah Dasar bisa memiliki tata kelola yang baik, memberikan pengajaran kepada peserta didik secara optimal, dan mendapatkan nilai yang baik dalam Asesmen Kompetensi Minimum (AKM).

Sri Wahyuningsih menuturkan, pandemi Covid-19 selain membawa persoalan kesehatan dan menurunkan aktivitas ekonomi, juga menimbulkan ujian berat untuk dunia pendidikan. Ini menjadi pemikiran bersama kalangan pendidikan, seperti apa Merdeka Belajar yang belum dimaknai secara konkret karena langsung dihantam pandemi.

Tapi pandemi juga menghadirkan kreativitas dan inovasi di satuan pendidikan. Banyak sekolah sudah menerapkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ke peserta didik secara efektif. Senyampang dengan tumbuhnya kreativitas agar anak tetap belajar, Kemendikbud telah melakukan relaksasi terhadap kurikulum, dimana dengan relaksasi ini yang diutamakan adalah kompetensi dasar esensial saja.

Kemudian ada relaksasi terhadap penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Namun demikian, di satuan pendidikan masih ada polemik tentang penggunaan dana BOS. Pihak sekolah khawatir untuk menggunakan dana BOS sesuai relaksasi. ”Ini terkait pemahaman di satuan pendidikan yang harus terus ditingkatkan,” kata Sri Wahyuningsih.

Direktorat Sekolah Dasar, lanjutnya, akan mengeluarkan pedoman bagaimana pendidikan masa depan, sejalan dengan keinginan pemerintah melahirkan sekolah penggerak. Saat ini sudah ada sekolah bertaraf internasional, tapi faktanya sering kali menjadi sekolah bertarif internasional. Sehingga banyak sekali orang tua siswa yang keberatan.

Ada sekolah rujukan miniam satu sekolah di setiap kabupaten/kota, agar memberi imbas praktik baik ke sekolah lain. Ada juga Sekolah Model di bawah Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan. Sekolah Model SD jumlahnya 3.000 lebih,  sekolah model. Tapi sejauh mana efektivitasnya? Data menunjukan, berdasarkan hasil akreditasi terhadap Sekolah Dasar, masih banyak sekolah yang di bawah Standar Pelayanan Minimal Pendidikan (SPM Pendidikan). Bahkan sekolah yang akreditasi C masih lebih dari 50 persen.

”Ini mendorong kami untuk terus mencari cara meningkatkan kualitas pengelolaan Sekolah Dasar. Salah satunya dengan menyusun buku tata kelola pembinaan SD. Agar sekolah bisa beradaptasi dengan perubahan kebijakan berupa merdeka belajar, dan dapat mengembangkan peserta didik wujudkan profil Pelajar Pancasila,” katanya.

Kemudian, bagaimana setiap satuan pendidikan mempersiapkan agar seluruh kebijakan dapat terimplementasi dengan baik di satuan pendidikan, termasuk membangun kemitraan dengan orang tua murid, tokoh masyarakat, dunia usaha, dan instansi terkait. Ini tujuannya menguatkan satuan pendidikan, dan menjadikan peserta didik Pelajar Pancasila yaitu memahami dan mengamalkan Pancaisla dalam kehidupan sehari-hari. (Hendri)