Bank Dunia memasukkan Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang paling rawan terjadi bencana. Presiden Joko Widodo mengungkapkan laporan itu dalam Rakornas BNPB di Istana Negara, beberapa waktu lalu.

“Saya ingin mengingatkan kita semua bahwa negara kita Indonesia adalah negara yang rawan terhadap bencana. Masuk 35 (negara) paling rawan risiko bencana di dunia,” ujar Kepala Negara dikuti dari VOA Indonesia.

Kerawanan bencana ini pula yang mendorong terbitnya Permendikbud Nomor 33 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB). Beleid ini diterbitkan untuk memberikan perlindungan dan keselamatan kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dari risiko bencana, serta untuk menjamin keberlangsungan layanan pendidikan pada satuan pendidikan yang terdampak bencana.

”Permendikbud Nomor 33 Tahun 2019 itu menjadi pegangan kita untuk lebih intens menangani bencana di satuan pendidikan,” kata Direktur Sekolah Dasar, Kemendikbudristek, Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd., di Jakarta pada Senin, 17 Mei 2021.

Direktur Sekolah Dasar menjelaskan, pada awalnya Program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) masih berada di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Kemudian pada tahun 2019 dipindahkan tanggung jawabnya kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Muhammad Kasman, ASN Direktorat Sekolah Dasar bercerita, ia dan tim sering mendapat tugas dari pimpinan terjun ke lapangan setiap kali ada bencana. ”Direktorat Sekolah Dasar selalu berusaha untuk hadir di masyarakat, di lokasi terjadi bencana. Mulai dari kejadian tsunami Aceh sampai bencana-bencana yang terjadi belakangan ini,” ujar Kasman.

Dari berbagai bencana yang terjadi, Kasman mengatakan banyak kisah-kisah yang ditemukan seperti kepala sekolah ikut hanyut waktu banjir banding, sekolah rusak atau bahkan hancur akibat bencana, dan ada pula siswa yang menjadi korban.

Atas pengalaman tersebut, Kasman menilai sangat penting adanya program SPAB di satuan pendidikan. Ada banyak hal yang bisa dilakukan dalam rangka mitigasi bencana dan kesiapsiagaan bencana. Yang harus diwaspadai bukan hanya bencana alam sepreti tsunami, gempa bumi, kebakaran, banjir dan sebagainya, namun juga kejadian-kejadian yang sering terjadi di sekolah atas kelalaian warga sekolah itu sendiri.

“Program pendidikan aman bencana ini sangat diperlukan. Kita harus terus melakukan sosialisasi tentang pentingnya siaga bencana. Kita harus cermati dan pelajari agar program ini bisa tersampaikan ke masyarakat luas, khususnya satuan pendidikan,” ujar Kasman.

Saat ini Direktorat Sekolah Dasar sedang menyiapkan berbagai kampanye tentang kesiap-siagaan bencana di satuan pendidikan. Sehingga diharapkan warga sekolah tidak lengah terhadap potensi bencana, dan tahu apa yang harus dilakukan ketika terjadi bencana.

Kasman menyampaikan ada 3 poin penting yang dilakukan Direktorat Sekolah Dasar terkait bencana di satuan pendidikan. Pertama, mendorong adanya pemahaman kepada warga sekolah tentang PSAB. ”Guru-guru harus paham dulu konsep programnya seperti apa, di mana kita melakukan program tersebut, edukasinya seperti apa,” papar Kasman.

Kedua, melakukan sosialisasi di tempat pengungsian dan memberikan aksi nyata kepada anak-anak korban bencana, salah satunya memberikan hiburan dan trauma healing.

“Terkait poin kedua ini kita bisa melakukan kerja sama dengan mitra kerja kita, seperti lembaga-lembaga yang konsen terhadap pendidikan. Semntara Direktorat Sekolah Dasar sendiri lebih kepada memfasilitasi,” katanya.

Direktorat Sekolah Dasar juga punya program bantuan dana untuk sekolah yang terkena bencana. “Bentuk bantuannya lebih kepada dukungan di saat mereka membutuhkan peralatan sekolah, kebutuhan untuk melaksanakan proses belajar mengajar, dan sebagainya,” imbuh Kasman.

Ketiga, mengimplementasikan modul tanggap darurat yang sangat dibutuhkan oleh sekolah. Dengan adanya modul tanggap darurat, pemulihan pasca bencana bisa lebih cepat, sehingga proses pembelajaran bisa segera dilaksanakan. (Hendriyanto)