Sanitasi sekolah merupakan investasi besar untuk perubahan perilaku di masa mendatang. Pasalnya, Indonesia memiliki kurang lebih 80 juta penduduk usia sekolah, yang merupakan kurang lebih 30% dari seluruh penduduk Indonesia.

Dengan melakukan perbaikan kualitas kesehatan dan peningkatan kualitas kegiatan belajar-mengajar di sekolah, penurunan hari tidak masuk siswa dari intervensi sanitasi sekolah, termasuk fasilitas cuci tangan pakai sabun, adalah sebesar 21-54%.

Demikian disampaikan Wahanudin, Kepala Sub Direktorat Sanitasi, Direktorat Perumahan dan Pemukiman Bappenas dalam webinar webinar Profil Peluncuran Sanitasi Sekolah 2020, Kamis, 19 November 2020.

“Faktor penting dalam melawan penyebaran Covid-19 di sekolah adalah kegiatan mencuci tangan dengan sabun. Ini terbukti sangat penting dalam mencegah penularan Covid-19. Akan tetapi kondisi sanitasi di 1 dari 5 sekolah tidak memiliki akses air yang layak. Sebanyak 43,5 juta peserta didik pada 356.338 PAUD dan sekolah pun tidak memiliki akses kombinasi air, sanitasi dan kebersihan,” papar Wahanudin.

Ia melanjutkan, sebanyak 73% sekolah di Indonesia juga tidak memiliki akses sanitasi yang layak, 3 dari 5 sekolah tidak memiliki akses kebersihan yang layak. Dan 1 dari 3 sekolah tidak memiliki jamban atau toilet yang terpisah antara siswa laki-laki dan perempuan. Untuk mengimplementasikan sanitasi di sekolah, Wahanudin mengatakan ada 3 konsep yang harus dijalani diantaranya sarana, perilaku hidup bersih dan manajemen sanitasi berbasis sekolah.

”Terkait sarana, sekolah harus memiliki sarana sanitasi yang lengkap. Jamban terpisah antara laki-laki dan perempuan dengan air bersih yang tersedia sepanjang waktu, fasilitas cuci tangan dengan air mengalir dan tersedia sabun, tempat sampah dan saluran pembuangan air kotor.  Selain itu juga harus menerapkan perilaku hidup bersih seperti cuci tangan pakai sabun secara rutin, buang air di jamban, buang sampah pada tempatnya dan minum air yang layak konsumsi,” paparnya.

Sementara itu juga harus diperhatikan manajemen sanitasi berbasis sekolah seperti biaya operasional sanitasi sekolah dan kegiatan promosi hidup bersih dan sehat dalam RAPBS, dan mendorong partisipasi masyarakat.

Strategi sanitasi sekolah merupakan hal yang penting karena membantu kabupaten atau kota untuk mengetahui kondisi sanitasi sarana pendidikan di wilayahnya. Selain itu juga bisa mensinergikan dengan pembangunan sanitasi di wilayah kabupaten dan kota. Membantu kabupaten dan kota menyusun prioritas peningkatan kondisi sanitasi sekolah dengan menggunakan sumber daya yang tersedia (DAK, BOS, APBD/N).

Wahanudin mengatakan perlu ada percepatan pemenuhan ketersediaan sarana sanitasi sekolah melalui Dana Alokasi Khusus dan mekanisme pembiayaan lain seperti APBD, CSR, maupun swasta. Perlu adanya peningkatan komitmen semua pemangku kepentingan untuk melahirkan kebijakan yang efektif di semua tingkatan.

“Tidak hanya itu perlu adanya apresiasi pada setiap kemajuan yang dilakukan oleh daerah dan sekolah melalui akreditasi nasional untuk memotivasi pencapaian kondisi sanitasi sekolah yang layak. Perlu ada kolaborasi antara Kemendikbud dan Kementerian Kesehatan untuk melakukan verifikasi data sanitasi sekolah serta adanya penguatan sistem monitoring dan evaluasi kondisi sanitasi sekolah secara berkala,” katanya. (Kumi Laila/Hendriyanto)