Segitiga emas antara orang tua, guru dan peserta didik menjadi kunci utama suksesnya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di tengah pandemi Covid-19, baik melalui metode luring maupun metode daring. Di mana orang tua tidak lagi harus 100% menyerahkan putra-putrinya ke sekolah untuk dididik oleh para guru.

Karena sejatinya pendidikan yang terbaik adalah bagaimana orang tua bisa memberikan teladan dan edukasi literasi kehidupan kepada putra-putrinya. Kerjasama antara ketiga pihak ini sangat diharapkan agar terciptanya perubahan perilaku yang baik di dalam rumah tangga. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Sekolah Dasar Kemendikbud, Dra. Sri Wahyuningsih. M.Pd., dalam kegiatan webinar yang tayang di kanal Youtube Direktorat Sekolah Dasar pada Jumat, 19 Februari 2021.

Webunar tersebut dihadiri oleh para narasumber lain diantaranya Harris Iskandar; Ketua Satgas Covid Kemendikbud serta Ibu Nina; perwakilan dari SDN 2 Pembataan Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.

 “Ketika karakter baik terbentuk pada anak-anak kita, maka ini akan mempengaruhi dinamika belajar dan meningkatkan rasa tanggung jawab mereka. Tapi kita tahu memang tidak mudah memberikan pembelajaran apalagi di tengah pandemi. Khususnya bagi anak-anak di jenjang Sekolah Dasar, terlebih dengan latar belakang orang tua yang beragam. Baik dari sisi sosial, ekonomi dan pendidikan yang sangat mempengaruhi terhadap kualitas belajar anak-anak di rumah,” papar Sri Wahyuningsih.

Walaupun PJJ harus dilakukan melalui luring dan daring dimana peran orang tua juga turut terlibat, namun tetap ada kurikulum yang harus dipenuhi. Dengan  relaksasi Kurikulum 13 yang sudah diberikan dimana capaian-capaian pembelajaran utama yang harus dilakukan adalah KD-KD esensial saja.

“Sesuai dengan relaksasi kurikulum 13 dimana jam belajar selama masa pandemi sudah disesuaikan oleh para guru. Selain memudahkan guru bekerjasama dengan para orang tua, hal ini juga bertujuan untuk memberikan pendampingan pembelajaran kepada peserta didik di masa pandemi agar lebih efektif,” ujarnya.

Direktur SD menegaskan, sesuai dengan misi dari merdeka belajar yang melahirkan pembelajaran yang efektif, ada beberapa kategori yag harus dicapai. Diantaranya ekosistem sekolah, aspek guru, yang diharapkan melalui merdeka belajar ini diberikan kewenangan untuk RPP sesuai dengan analisa kebutuhan di sektor pendidikan.

Selanjutnya juga terkait pedagogi dan pendekatan pembelajaran dilakukan secara heterogen, termasuk pembelajaran berbasis kebutuhan siswa. Selain itu, meskipun peserta didik harus belajar di rumah, mereka harus tetap diberikan penilaian respon terhadap penugasan yang sudah diberikan oleh guru.

“Dengan memberikan respon terhadap tugas yang harus dikerjakan, anak-anak akan terbangun semangatnya, inovasinya, kreativitasnya dan daya nalarnya. Selain itu dengan mendapatkan respon atau feedback dari guru dan orang tua, meskipun pembelajaran dilaksanakan secara daring maupun luring akan menimbulkan motivasi dan energi bagi anak-anak,” katanya.

Meskipun berbagai upaya sudah dilakukan agar pelaksanaan PJJ berjalan secara efektif, namun terlalu lamanya melaskanakan PJJ menimbulkan kekhwatarian semua pihak. Salah satunya adalah rentan terhadap lost learning pada peserta didik.

Agar terhindar dari terjadinya lost learning ini pemerintah pun sudah menginstruksikan agar segera mengimplementasikan Pembelajaran Tatap Muka di sekolah, bagi wilayah yang sudah siap sesuai dengan SKB 4 Menteri.

“Kita tahu menjalankan Pembelajaran Tatap Muka atau PTM ini tidak mudah karena memang ini menjadi kewenangan pemerintah daerah untuk memberikan rekomendasi kepada satuan pendidikan dalam mempersiapkan pembelajaran tatap muka. Tapi mudah-mudahan melalui berbagai kegiatan webinar, akan memberikan satu pengetahuan dan wawasan, serta kepedulian masyarakat semua dalam menyikapi PTM yang akan dilaksanakan. Dengan tetap memperhatikan aturan yang sudah ditetapkan dan protokol kesehatan,” ujarnya.

Terkait persiapan pembelajaran tatap muka atau PTM, Harris Iskandar selaku Ketua Satgas Covid-19 Kemendikbud menyampaikan, ada simulasi protokol kesehatan yang harus dilakukan pada Pembelajaran Tatap Muka.

Pertama, sebelum berangkat ke sekolah, peserta didik wajib sarapan mengkonsumsi gizi seimbang. Kondisi badan juga harus sehat dan tidak memiliki gejala seperti suhu ≥37,3 oC, atau keluhan batuk, pilek, sakit tenggorokan atau sesak napas. Peserta didik juga harus menggunakan masker, membawa hand sanitizer, membawa makanan beserta alat makan dan air minum serta membawa perlengkapan pribadi.

“Selama di perjalanan harus menerapkan 3M yaitu menggunakan masker, menjaga jarak, hindari kerumunan, mencuci tangan pakai sabun (CTPS). Hindari menyentuh permukaan benda dan wajah, serta menerapkan etika batuk atau bersin,” papar Harris.

Ketika peserta didik sudah sampai di sekolah, sebelum masuk gerbang, pengantaran dilakukan di lokasi yang telah ditentukan, menerapkan 3M, mengikuti pemeriksaan kesehatan meliputi pengukuran suhu tubuh, gejala batuk, pilek, sakit tenggorokan, dan/atau sesak nafas. Mengikuti protokol kesehatan.

“Selama kegiatan belajar mengajar juga harus tetap menerapkan 3M. Selama belajar harus menggunakan alat pribadi. Dilarang pinjam-meminjam peralatan. Guru juga harus memberikan pengumuman secara berulang dan intensif terkait 3M. Melakukan pengamatan visual kesehatan warga satuan pendidikan. Dan jika ada yang memiliki gejala gangguan kesehatan maka harus ikuti protokol kesehatan satuan pendidikan,” imbuhnya.

Harris melanjutkan, ketika KBM berakhir warga sekolah tetap menerapkan 3M. Kemudian penjemput siswa berada di lokasi yang sudah disediakan dan hindari berkerumun. Selama di perjalanan pulang hindari menyentuh area wajah, menerapkan etika batuk dan bersin, harus langsung pulang dan jangan mampir.

“Setelah tiba di rumah harus segera membersihkan diri (mandi) dan mengganti pakaian sebelum berinteraksi fisik dengan orang lain di dalam rumah, serta menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),” pungkasnya. (Kumi Laila/Hendriyanto)