Listerasi merupakan keterampilan seseorang dalam hal membaca, menulis, berbicara, menghitung serta memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum literasi diartikan sebagai keterampilan menerima informasi, mengolah informasi, serta menyampaikan Kembali informasi yang diterimanya. Negara yang kita cintai ini tengah mengalami krisis literasi. Bahkan sastrawan Taupik Islamail menyampaikan bahwa bangsa Indonesia saat ini dalam kondisi “Rabun Membaca dan Lumpuh Menulis”. Dengan kondisi demikian, yang harus kita lakukan adalah mengatasi krisis literasi dimaksud. Generasi baru bangsa Indonesia, atau lebih dikenal dengan sebutan generasi milenial harus didoring dan dipacu untuk mampu menciptakan ide-ide inovatif dan kreatif, salah satunya dengan terjun secara langsung mengimplementasikan Gerakan Literasi Nasional yang kini tengah digalakkan.
Keterampilan literasi perlu dikembangkan dan diintegrasikan dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Pengembangan literasi melalui pendekatan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) Literasi Berbasis Kelas dilakukan melalui pengembangan metode pembelajaran, pengelolaan kelas (pengelolaan peserta didik dan penciptaan lingkungan fisik kelas kaya teks). Keterampilan literasi akan berkembang dengan baik bila guru memahami literasi dalam arti luas. Dimensi literasi ini perlu diintegrasikan secara utuh dalam keseluruhan kegiatan pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi pengalaman yang menyenangkan dan menantang pemikiran kritis dan kreatif dari guru kepada peserta didik.
Pendekatan literasi lainnya dapat dilakukan satuan Pendidikan melalui Literasi berbasis budaya sekolah. Kegiatan ini dimaksudkan untuk membangun atmosfer sekolah dalam mendukung terbangunnya budaya literasi bagi warga sekolah. Lingkungan sekolah yang merangsang budaya literasi dibentuk dengan melibatkan seluruh warga sekolah. Budaya literasi dapat dibangun dengan menciptakan lingkungan sekolah ramah literasi, membangun budaya membaca kritis dan menulis kreatif, serta festival literasi. Salah kegiatan yang dapat dilakukan adalah bengan mengembang satuan Pendidikan yang ramah lierasi antara lain melalui pojok baca, pemberian label pada setiap tanaman di sekitar sekolah atau kegiatan lainnya. Melalui lingkungan sekolah ramah literasi dapat digunakan untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang literat. Ekosistem pendidikan yang dimaksud adalah lingkungan yang menyenangkan dan ramah bagi warga sekolah, menumbuhkan semangat belajar, menunjukkan empati, peduli, dan menghargai sesama, menumbuhkan semangat ingin tahu dan cinta pengetahuan, memampukan cakap berkomunikasi, berkontribusi kepada lingkungan sosial dan mengakomodasi partisipasi seluruh warga sekolah dan lingkungan eksternal.
Literasi baca tulis merupakan urutan pertama dalam hal keterampilan literasi. Melalui keterampilan literasi baca tulis kaum milenial harus mampu memiliki kemampuan memahami isi serta makna naskah tertulis. Jika kaum milenial sudah memiliki kemampuan ini, maka dengan sendirinya mereka akan cukup terbantu jika pada saat tertentu harus menuangkan gagasan dan ide ke dalam tulisan. Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerapkan salah satu konsep literasi dengan “Membaca 15 menit” pada pagi hari menjelang kegiatan belajar di kelas.
Keterampilan literasi kedua adalah literasi numerasi. Literasi numerasi menuntut kaum milenial memiliki kecakapan dalam menggunakan berbagai macam simbol yang terkait dengan Matematika Dasar. Kemampuan ini bertujuan untuk memecahkan masalah praktis dalam kehidupan sehari-hari seperti menganalisis informasi yang ditampilkan dalam bentuk grafik, tabel, dan bagan.
Jenis keterampilan literasi ketiga adalah literasi sains. Literasi sains dapat diartikan sebagai pengetahuan dan kecakapan ilmiah untuk mampu mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, serta mengambil simpulan berdasar fakta, memahami karakteristik sains, kesadaran bagaimana sains dan teknologi membentuk lingkungan alam, intelektual, dan budaya, serta kemauan untuk terlibat dan peduli terhadap isu-isu yang terkait sains. Literasi sains memiliki tujuan agar kaum milenial memiliki kemampuan untuk memahami fenomena alam dan sosial di lingkungan sekitar kita.
Literasi finansial merupakan keterampilan literasi yang keempat. Literasi finansial adalah pengetahuan dan kecakapan untuk mengaplikasikan pemahaman tentang konsep dan risiko, keterampilan agar dapat membuat keputusan yang efektif dalam konteks finansial untuk meningkatkan kesejahteraan finansial, baik individu maupun sosial, dan dapat berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat. Implementasi literasi finansial dapat dilakukan kepada peserta didik dengan mengajak mereka untuk berpikir kritis mengenai bagaimana menemukan hubungan antara bagaimana usaha menghasilkan uang, membelanjakan, menyimpan, dan mendonasikan uang tersebut. Keterampilan yang dapat dilatihkan kepada mereka antara lain mengajak mereka untuk membuat perencanaan keuangan sendiri. Bagaimana mereka merencanakan uang pemberian orang tuanya untuk membeli barang kebutuhannya bukan barang keinginannya.
Keterampilan literasi yang kelima adalah iterasi digital. Literasi digital adalah keterampilan teknis mengakses, merangkai, memahami, dan menyebarluaskan informasi. Literasi digital tujuan untuk membangun kemampuan milenial dalam memahami zaman di era digital saat ini. Literasi digital dibutuhkan untuk memperoleh atau menyaring informasi yang tidak terbendung banyaknya. Sejalan dengan konsep lietarsi digital, Kementerian Pendidikan terus dengan giatnya melakukan upaya pemenuhan sarana Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada semua jenjang satuan Pendidikan.
Keterampilan litesi yang keenam adalah literasi budaya dan kewargaan. Literasi budaya dan kewargaan adalah kemampuan dalam memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara. Dengan demikian budaya dan kewargaan merupakan kemampuan individu dan masyarakat dalam bersikap terhadap lingkungan sosialnya sebagai bagian dari suatu budaya dan bangsa. Melalui literasi ini, milenial dituntut agar memiliki kemampuan dalam memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara mencakup pula kemampuan akan keberagaman suku, bahasa, adat istiadat, kepercayaan, dan berbagai perbedaan lainnya.
Penerapan 6 (enam) keterampilan literasi secara kompreshensip dan terpola di satuan pendidikan, lambat laun secara pasti maka targer profil Pelajar Pancasila menjadi semakin nyata. Oleh karena itu satuan Pendidikan, khususnya sekolah dasar terus secara bertahap dikembangkan pola-pola pembinaan dalam pemenuhan profil Pelajar Pancasila. Sehingga pada gilirannya “Pelajar Pancasila” yang merupakan perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama memiliki karakter: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif, dapat terwujud.
Dengan kondisi telah terbentuknya “Profil Pelajar Pancasila” serta dimiliknya keterampilan literasi yang tertanam dan tumbuh pada peserta didik kita sebagai generasi milenial, maka sangat yakin bahwa generasi milenial akan mampu berpikir menjaga keseimbangan alam yang kaya dan indah di bumi nusantara ini. Maka dapat dipastikan sumber daya alama yang kaya dan indah akan tetap terjaga dan menjadi destinasi wisata. Dengan dimilikinya keterampilan literasi digital, generasi milenial akan mampu mengembangkan konten promosi melalui website atau video vlog, dan lain sebagainya.
Dimilikinya keterampilan literasi finansial pada Pelajar Pancasila, maka bisa dipastikan pula mereka akan memiliki jika enterpreunership yang mampu mengelola potensi wisata. Pada gilirannya mereka mampu mengatur perputaran uang. Keterampilan literasi budaya dan dan kewargaan yang mereka miliki, maka mereka akan mampu menjaga keberagaman budaya sebagai potensi kebhinekaan yang harus tetap lestari di bumi pertiwi dan menjadi daya tarik dunia.
Dengan dukungan dari semua pihak, disitulan peran kami di satuan pendidikan untuk bisa mewujudkan ketercapaian Pelajar Pancasila yang memiliji jiwa dan karakter beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif, dapat terwujud. Secara tidak langsung namun pasti pada gilirannya dapat meningkatkan daya tarik wisata yang menjadi devisa terbesar negara. (Dra. Sri wahyuningsih, M.Pd.)