Sejak pandemi Covid-19 melanda, dunia pendidikan terpaksa memindahkan proses belajar mengajar dari sekolah ke rumah untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona. Tak terasa, sudah lebih dari setengah tahun kegiatan Belajar dari Rumah (BDR) dilaksanakan. Meski masih banyak kendala yang dihadapi, satuan pendidikan mulai terbiasa menyelenggarakan BDR.
Metode BDR sendiri ada dua, yaitu Pembelajaran Jarak Jauh Dalam Jaringan (PJJ Daring) dan PPJ Luar Jaringan (Luring). PJJ Daring secara khusus menggabungkan teknologi elektronik dan teknologi berbasis internet, sementara PJJ Luring dapat dilakukan melalui siaran televisi, radio, modul belajar mandiri, bahan cetak maupun media belajar dari benda di lingkungan sekitar.
Direktur Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd melihat peluang pendidikan masa depan yang terbentuk dari kondisi pandemi Covid-19. Menurutnya, Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) bisa tetap diterapkan setelah pandemi berlalu.
”Sebagai contoh, anak yang ikut orang tuanya pindah ke negara lain biasanya mengalami kendala dengan pendidikannya. Dia harus berhenti sekolah, sementara di negara tujuan belum tentu langsung diterima sekolah. Nah, ke depan, PJJ ini bisa menjadi solusi. Meski anak itu pindah ke negara lain, misalnya, ia tetap bisa sekolah jarak jauh,” jelas Sri Wahyuningsih.
Oleh karena itu, ia mendorong jajaran Direktorat Sekolah Dasar Kemendikbud untuk mengindentifikasi persoalan-persoalan yang dihadapi satuan pendidikan dalam menyelenggarakan PJJ, kemudian mencari solusinya. Termasuk mengidentifikasi sarana dan prasarana apa saja yang dibutuhkan oleh Sekolah Dasar agar PJJ berjalan lancar.
”Kita perlu melakukan identifikasi sarana dan prasarana Pembelajaran Jarak Jauh untuk Sekolah Dasar agar metode pembelajaran ini berjalan baik di masa pandemi maupun setelah pandemi berlalu. Identifikasi ini tidak hanya untuk sekolah di perkotaan, tetapi juga untuk daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar) yang tidak ada internet,” kata Sri Wahyuningsih.
Arwan Syarif, Analis Kebijakan Ahli Muda Direktorat Sekolah Dasar Kemendikbud mengatakan, pihaknya menggelar Focus Group Discussion (FGD) pada 20-22 Oktober 2020. Melalui kegiatan FGD ini diharapkan dapat mengidentifikasi sarana prasarana apa saja yang dibutuhkan untuk PJJ. Karena selama PJJ ini banyak terdapat perbedaan kegiatan belajar mengajar, karena antara guru dan siswa terpisah sehingga harus ada mediasi-mediasi untuk aktivitas kegiatan mengajar.
“Kita harus mengidentifikasi interaksi pembelajaran apa yang harmonis sesuai dengan kaidah-kaidah yang bisa menjadi pengganti kegiatan belajar mengajar tatap muka. Kita juga harus mengidentifikasi kira-kira orang tua bisa nggak dalam mendukung proses PJJ ini. Selain itu, kita menganalisa sekolah mana yang belum mempunyai sarana-sarana yang dibutuhkan untuk PJJ,” ujar Arwan Syarif.
Kegiatan yang bertema ‘Analisis Kebutuhan Sarana Prasarana PJJ di Sekolah Dasar” ini dihadiri oleh praktisi (pengajar) dari Sukabumi dan Depok, Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) Kemendikbud, Balitbang Kemendikbud serta dari internal Direktorat Sekolah Dasar Kemendikbud.
Ariaty Dano, Koordinator FGD Analisis Kebutuhan Sarana Prasarana PJJ di Sekolah Dasar mengatakan, sejauh ini media yang banyak digunakan dalam PJJ daring adalah smartphone. Pihaknya juga mendiskusikan konten-konten apa yang bisa diakses melalui teknologi elektronik. Karena dalam PJJ itu menghubungkan antara pendidik dan tenaga pendidik yang tidak bisa dilakukan dalam satu ruang dan waktu.
“Satuan pendidikan sudah melakukan kegiatan belajar melalui webinar, e-learning, radio dan televisi. Tapi kita juga memerlukan input apa lagi untuk sarana prasarana yang dibutuhkan dalam PJJ, karenanya kita mendatangkan para praktisi untuk mengetahui kebutuhan apa saja yang diperlukan di lapangan,” ujarnya. (Hendri/Kumi)