Kemajuan teknologi informasi di era digital memberikan banyak kemudahan bagi kehidupan manusia. Di Indonesia, hasil survey mengatakan 73,9% penduduknya memanfaatkan teknologi digital. Itu setara dengan 202 juta orang dari total 270 juta penduduk Indonesia.

Angka tersebut merupakan potensi besar dalam pemanfaatan teknologi informasi di Indonesia. Namun ada sisi yang patut diwaspadai di balik potensi besar ini. Karena digitalisasi memiliki dua sisi mata pisau. Pada satu sisi membawa manfaat yang besar bagi kemajuan umat manusia, tapi di sisi lain ada ekses-ekses negatif yang ditimbulkan.

“Oleh karena itu kita semua perlu melakukan upaya peningkatan literasi digital agar masyarakat bisa memanfaatkan teknologi digital dengan bijak dan benar,” kata Jumeri, S.T.P., M.Si., Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Kemendikbud.

Hal tersebut disampaikan Jumeri saat memberikan sambutan pada webinar dengan tema “Paradigma Literasi Baca Tulis di Era Digital” yang diselenggarakan oleh Siberkreasi pada Selasa, 1 April 2021.

Selain harus menghadapi fenomena digitalisasi di tengah masyarakat yang sudah memberikan paradigma kehidupan baru, kata Jumeri, ada tantangan lainnya yang harus diselesaikan. Yaitu rendahnya minat baca dan kemampuan literasi penduduk Indonesia.

“Minat baca terhadap buku harus ditingkatkan lagi. Kita harus beradaptasi dengan teknologi untuk meningkatkan minat baca masyarakat, salah satunya dengan menyediakan berbagai platform digital,” kata Dirjen PAUD Dikdasmen.

Sejalan dengan literasi digital, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun ini akan melaksanakan Asesmen Nasional. Tujuannya untuk mengevaluasi pendidikan secara komprehensif melalui kompetensi literasi dan numerasi. Kebijakan ini diharapkan dapat melahirkan SDM Indonesia yang unggul dan mampu bersaing di industri.

“Dengan kemampuan literasi yang tinggi, seseorang akan bisa mencari informasi, memilih informasi, mengolah informasi, bahkan menyebarluaskan informasi secara benar. Saya menyebutnya dengan 5M; mencari, memilih dan memilah, mengolah, memanfaatkan dan kemudian menyebarluaskan,” tutur Jumeri.

Beliau berharap ke depan literasi penduduk Indonesia terus meningkat dan meningkat pula mutu SDM-nya menuju 100 tahun Indonesia merdeka. “Saya berharap orang tua, guru, siswa dan mahasiswa bisa meningkatkan literasinya lewat berbagai informasi,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Prof. Dr. Gufran A. Ibrahim, Guru Besar Antropolinguistik, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Khairun, menyampaikan, masyarakat saat ini sedang mengalami dua lompatan besar dalam perilaku atau tradisi baca tulis. Dari Wahana kertas menjadi wahana kaca alias teknologi digital.

“Yang terjadi pada dua lompatan itu, pertama, perpindahan wahana perilaku membaca dari membaca tanpa jari kepada membaca dengan sentuhan jari pada gawai.  Kemudian dari peralihan ini juga ada pengalaman dan pembelajaran kecerdasan kinestetik, ada peluang mendapatkan bacaan lebih banyak. Kemudian dari perpindahan ke wahana digital akan lahir pula komunitas baru yaitu warga net alias netizen. Negatifnya adalah akan terjadi komunikasi yang semakin lancing, cerewet, sedikit-sedikit berkabar dan berbagai perilaku kelisanan lain,” tutur Gufran.

Dengan terjadinya disrupsi digital ini, Gufran menilai literasi baca tulis menjadi berkurang dan justru melahirkan kebiasaan baru yaitu kebiasaan lisan, mutakhirkan status, banyak bertutur dengan jari tanpa berpikir terlebih dulu, hingga akhirnya menurunkan minat membaca buku.

“Warganet memang banyak mendapatkan informasi dari berbagai sumber, tetapi belum sepenuhnya terbangun kebiasaan membaca dan menulis. Kalaupun menulis sesungguhnya itu hanya mentransformasikan kelisanan ke dalam gawai yang justru sering kali menghasilkan kegaduhan. Oleh karena itu dibutuhkan literasi digital yang massif agar masyarakat menjadi pengguna internet yang bijak,” ujarnya.

Dr. Achmad Fahrodji, Direktur Utama PT Balai Pustaka, mengatakan, Balai Pustaka kini sudah beradaptasi dengan era digital, melalui literasi dan digitalisasi. Bahkan Balai Pustaka sudah membuat terobosan taman bacaan digital.

“Taman bacaan digital itu bentuknya semacam box, dimana alat ini hanya dicolokkan di konektor listrik, tidak terkoneksi dengan internet dan dia langsung jadi wi-fi. Seluruh konten yang dicolokkan di dalam bisa diakses oleh pemegang HP tanpa tersedot kuotanya dan tanpa tergantung internet. Jadi di daerah pedalaman, di daerah tertinggal, alat ini bisa digunakan,” ujar Achmad Fahrodji.

Fahrodji melanjutkan, rencananya dalam minggu depan taman baca digital ini akan diuji coba di Sorong dan Raja Ampat oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal bekerjasama dengan Kominfo, Telkom Indonesia dan Balai Pustaka.

Selain membuat taman bacaan digital, Balai Pustaka juga membuat edu-BP atau pustaka digital Balai Pustaka yang unik. Di dalamnya ada lebih dari 500 e-book, juga ada audio buku yang dibaca oleh para seleberitis.

“Rekamannya yang dimasukkan itu lebih dari 9.000 buku. Kemudian ada video dari Kementerian Pariwisata berjumlah 72 video tentang Pesona Indonesia. Kemudian ada video-video dari Kementerian Desa dan dari Kominfo,” katanya. (Hendriyanto)