Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengajak masyarakat melihat hikmah di balik pandemi Covid-19. Di dunia pendidikan, pandemi melahirkan sistem pendidikan yang lebih kolaboratif, kreatif dan inovatif. Berpindahnya pembelajaran dari sekolah ke rumah menyadarkan semua pihak tentang pentingnya peran orang tua dalam mendidik anak.

”Perubahan metode pendidikan dengan banyak melibatkan orang tua sangat penting bagi pendidikan di masa depan. Orang tua merupakan teladan yang perilakunya dicontoh oleh anak. Sehingga para orang tua harus terus menunjukan perilaku positif untuk ditiru,” kata Mendikbud Nadiem Makarim dalam webinar bertema ‘Menjadi Orang Tua Tangguh di Era Adaptasi Kebiasaan Baru’ pada Sabtu, 24 Oktober 2020.

Webinar ini diselenggarakan oleh Frisian Flag bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Hadir sebagai pembicara Direktur Sekolah Dasar Kemendikbud Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd., Direktur Pemberdayaan Masyarakat dan Pelaku Usaha BPOM Dewi Prawitasari, Pakar Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indoensia Ir. Ahmad Syafiq, MSc., P.hD., Pakar Teknologi dan Edukasi Digital Prof. R. Eko Indrajit, dan Praktisi Mindful Parenting Melly Kiong.

Direktur Sekolah Dasar Kemendikbud Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd., mengatakan dunia sedang menghadapi ujian berupa pandemi Covid-19, sehingga semua pihak harus bersabar dan terus berjuang. Sistem belajar yang berubah berakibat sejumlah orang tua mengeluhkan anak harus belajar di rumah. Bukan saja orang tua, guru juga mengeluhkan perubahan sistem belajar ini. Keluhannya mulai dari jaringan internet yang terbatas, paket data boros dan mahal, serta keterbatasan sarana lainnya seperti gadget.

”Seharusnya hal tersebut tidak perlu dikhawatirkan. Rumah adalah sekolah pertama bagi anak. Di rumah-lah pendidikan pertama dilakukan. Pandemi Covid-19 mengajarkan pada kita bahwa dari rumah kehidupan dimulai,” kata Sri Wahyuningsih.

Direktur Sekolah Dasar melanjutkan, ada 9 nilai dasar yang harus ditanamkan oleh orang tua dan guru kepada anak. Yaitu 1) cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa, 2) tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian, 3) mendidik hidup dalam kejujuran, 4) anak hormat dan santunan kepada orang tua, 5) membangun sikap kedermawanan, suka menolong dan gotong royong, 6) percaya diri dan kreatif, 7) jiwa kepemimpinan, 8) rendah hati, dan 9) nilai toleransi, perdamaian dan persatuan.

Sri Wahyuningsih mengingatkan, membentuk karakter anak tidak bisa sebentar. Keteladanan menjadi kunci. Sejak dalam kandungan sampai masuk Sekolah Dasar ada waktu tujuh tahun untuk membentuk itu semua. Tentu tidak berhenti sampai di situ, orang tua terus secara berkelanjutan memberi teladan, sejalan antara ucapan dan perbuatan.

”Guru atau orang tua yang memberikan pembimbingan belajar terhadap anak bukan masalah. Karena pada prinsipnya hidup ini untuk belajar, bukan belajar untuk hidup. Orang tua yang terus belajar akan menjadi teladan yang baik pada anak,” katanya.

Corporate Affairs Director Frisian Flag Indonesia, Andrew F. Saputro menjelaskan, kegiatan webinar ini merupakan kelanjutan dari Gerakan Nusantara yang diinisiasi oleh Frisian Flag. Gerakan itu ada sejak tahun 2013 dilatarbelakangi oleh hasil survei yang menunjukkan bahwa anak-anak Indonesia banyak mengalami malnutrisi ganda, yaitu kurang gizi dan kelebihan gizi (kegemukan).

”Kami ingin memberikan selain produk bergizi, tapi juga gaya hidup sehat dan aktif. Makanya kami menggagas Gerakan Nusantara yang berisi edukasi untuk komunitas sekolah yaitu siswa, guru dan orang tua. Supaya komunitas sekolah lebih tahu pentingnya gizi,” jelas Andrew F. Saputro.

Pada 2019, Gerakan Nusantara sudah menjangkau 4.800 Sekolah Dasar di seluruh Indonesia, menckaup 2,5 juta siswa. Frisian Flag juga melakukan pelatihan kepada 8.400 guru. ”Tahun ini di tengah pandemi Covid-19, kami jalankan program secara daring. Diharapkan program ini tetap menambah wawasan bagi anak, guru dan orang tua,” katanya. (Hendri)