Pembelajaran tatap muka (PTM) di pulau Jawa dan Bali dilarang seiring diterapkannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di wilayah tersebut pada 3-20 Juli 2021. Lonjakan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 mendorong pemerintah memberlakukan pengetatan aturan di tujuh provinsi di Jawa dan Bali.

Sementara itu, untuk daerah lain yang masuk zona hijau dan kuning Covid-19, pemerintah tetap mendorong pelaksanaan pembelajaran tatap muka terbatas pada tahun ajaran baru 2021/2022 yang dimulai bulan Juli ini.

Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Kemendikbudristek, Jumeri S.T.P., M.Si mengatakan, pemerintah mengambil langkah terbaik untuk tetap melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas, agar tidak terjadi learning loss pada peserta didik yang sudah 3 semester melakukan pembelajaran jarak jauh.

”Peserta didik harus diselamatkan dari pembelajaran yang kurang efektif, harus diselamatkan psikologinya, melalui pembelajaran tatap muka terbatas dengan tetap memprioritaskan keselamatan dan kesehatan seluruh warga sekolah,” kata Jumeri saat memberikan sambutan pada webinar dengan tema ‘Kebijakan PTM Terbatas Menyambut Tahun Ajaran Baru 2021/2022’ yang diselenggarakan Kamis, 1 Juli 2021.

Selain membuka opsi pembelajaran tatap muka, lanjut Jumeri, sekolah juga masih boleh membuka opsi pembelajaran jarak jauh. Sedangkan keputusan apakah seorang anak boleh berangkat ke sekolah atau tetap belajar di rumah ada di tangan orang tua masing-masing.

Dirjen PAUD, Dikdas dan Dikmen menegaskan, tidak boleh menyamaratakan semua wilayah Indonesia yang sangat luas, terbentang dari Aceh sampai Papua. Tidak semua wilayah Indonesia adalah zona merah dan oranye. Sesuai Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 2021, pembelajaran dari rumah diberlakukan bagi zona merah dan zona oranye. Sedangkan zona hijau dan kuning boleh menyelenggarakan pembelajaran tatap muka.

Agar tidak ada salah pemahaman terkait pelaksanaan pembelajaran tatap muka secara terbatas di tengah peningkatan kasus Covid-19, para pemangku kepentingan diharapkan melakukan sosialisasi yang masif kepada orang tua.

Jumeri menghimbau kepada Dinas Pendidikan di masing-masing wilayah untuk menyampaikan sosialisasi pembelajaran tatap muka terbatas kepada cabang-cabang dinasnya, dan kepala satuan pendidikan menyebarluaskan kepada orang tua untuk memberikan pemahaman agar kebijakan ini bisa dipahami dengan baik.

“Sosialisasi ini penting, penerapan protokol kesehatan yang ketat juga menjadi andalan kita untuk bisa melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan aman. Pemerintah telah menerbitkan SKB 4 Menteri sebagai rujukan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka. Mohon dibaca, ditelaah, diikuti dan diimplementasikan,” kata Jumeri.

Dinas Pendidikan harus memastikan bahwa sekolah-sekolah sudah memenuhi daftar periksa sesuai SKB 4 Menteri sebelum melaksanakan pembelajaran tatap muka. Dinas Pendidikan juga harus memberi izin, mengawasi dan melaporkan pelaksanaannya.

“Kemudian kepada kepala sekolah, kepala dinas pendidikan kabupaten/kota maupun provinsi, saya berharap apabila terjadi klaster di sebuah sekolah, maka pembelajaran tatap muka segera dihentikan sementara. Segera lakukan tracing, tracking dan testing, serta penanganan sebaik-baiknya. Kemudian diklarifikasi kepada masyarakat agar tidak menjadi informasi yang besar karena akan merugikan jajaran Pendidikan,” katanya.

Dra. Sri Wahyuningsih. M.Pd., Direktur Sekolah Dasar, Kemendikbudristek yang menjadi narasumber dalam webinar itu menyampaikan, menurut data KPC-PEN tidak semua daerah di Indonesia adalah zona merah dan oranye Covid-19. Hal ini menjadi motivasi untuk melakukan strategi mempersiapkan pembelajaran tatap muka secara terbatas tahun ajaran baru 2021/2022.

”Pembelajaran tatap muka terbatas ini harus betul-betul dipahami oleh public, terutama orang tua. Karena sifatnya terbatas, pembelajaran tatap muka ini meliputi jumlah siswa maksimal 50%, aktivitas belajar dalam sekolah sesuai protokol kesehatan 5M, durasi jam pembelajaran ditentukan oleh satuan pendidikan, materi pembelajaran yang disampaikan diwajibkan sifatnya yang esensial saja, yaitu terkait karakter dan kecakapan hidup. Proses pembelajaran pun harus dilakukan dengan metode blended learning atau campuran,” papar Sri Wahyuningsih.

Peran orang tua menjadi kunci utama untuk mengizinkan putra-putrinya melaksanakan sekolah tatap muka terbatas atau tetap melaksanakan pembelajaran jarak jauh. Sesuai dengan Instruksi Mendagri Nomor 14 Tahun 2021, implementasi pembelajaran tatap muka terbatas harus sinkron dengan prinsip sehat dan selamat untuk seluruh warga masyarakat.

“Khususnya untuk peserta didik dan tenaga pengajar, keluarganya dan untuk lingkungan anak-anak kita dimanapun berada. Pembelajaran tatap muka terbatas ini ini harus terintegrasi dengan kebijakan pemerintah terkait penanganan pandemi Covid-19,” tandasnya.

Dr. H. Aidy Furqan, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Nusa Tenggara Barat membagi ceritanya terkait  pelaksanaan pembelajaran tatap muka terbatas di wilayahnya. Ia menyampaikan dalam masa pandemi Covid-19, Provinsi Nusa Tenggara Barat tetap melaksanakan dua dimensi pembelajaran yaitu tatap muka dan daring.

Secara menejemen pihaknya melakukan mekanisme yang berlaku. Pertama, melakukan telaah aturan mulai dari Surat Edaran Mendikbudristek tentang Pembelajaran Tatap Muka di Masa Pandemi Covid-19, Instruksi Mendagri, SKB 4 Menteri dan sebagainya. Langkah berikutnya yaitu menyusun rambu-rambu dan membuat video tutorial.

“Instrumen simulasi dalam bentuk rambu-rambu dan video tutorial ini berdasarkan SKB 4 Menteri. Kemudian langkah berikutnya adalah, kami melakukan konsultasi kepada Satgas Covid-19 Provinsi, kepada Gubernur, Wakil Gubernur dan Sekretariat Daerah. Kami juga melakukan koordinasi dengan Kepala Cabang Dinas dan pengawas di tingkat provinsi,” papar Aidy.

Tidak hanya sampai di situ, pihaknya juga melakukan penerbitan aturan-aturan yang mendukung dilakukannya simulasi pembelajaran tatap muka terbatas, baik berupa surat edaran dari dinas, izin dari Satgas Covid-19, edaran dari Gubernur, kemudian diperkuat dengan penyusunan standar operasional prosedur.

“Setelah itu kami menggelar simulasi pembelajaran tatap muka dengan rentang waktu 3 sampai 6 hari. Fase pertama dilaksanakan simulasi, ada hal yang perlu kita perbaiki. Kemudian kami melakukan simulasi lagi, kami perbaiki yang kurang. Jadi simulasi ini dilakukan antara 2 minggu sampai dengan 1 bulan di pertengahan tahun 2020,” imbuhnya.

Simulasi ini dilakukan pada zona hijau dan zona kuning dengan sistem shift atau block, serta melakukan guru kunjung untuk anak-anak yang tinggal di daerah blank spot area.

“Setelah dilakukan simulasi tetap muka, kami kemudian melakukan rapat kerja dan musyawarah dengan kepala sekolah, cabang dinas dan para pengawas untuk mengetahui kesiapan sekolah untuk segera melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas. Alhasil, kami sudah melaksanakan pelayanan pembelajaran tatap muka sejak tahun ajaran baru 2020 lalu. Evaluasi kami lakukan secara berkala, setiap minggu atau setiap bulan,” katanya.

Pada kesempatan itu, disampaikan juga praktik baik oleh Dinas Pendidikan Aceh Jaya dan dari perwakilan sekolah yang telah melaksanakan PTM Terbatas lebih dahulu, bahkan sejak beberapa bulan lalu. Agenda webinar juga diawali pemutaran video-video yang merupakan best practice pengelenggaraan PTM Terbatas dari beberapa sekolah yang sudah lebih awal melaksanakan kegiatan PTM. (Hendriyanto)